Blogger Widgets Kerusuhan Sejak Era Reformasi ~ Ikrimatul Husna

Rabu, 20 November 2013

Kerusuhan Sejak Era Reformasi



KERUSUHAN SEJAK ERA REFORMASI
Hasil Diskusi Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar,
Senin Pukul. 12:30 R. Kuliah 1 Perpustakaan
Oleh:
Kelompok 5
Ketua:
Ikrimatul Husna             (110210301004)
Anggota:
Sheila May Rezita                   (110210301007)
Siti Nur Jannah              (110210301010)
Alfin Maulidah              (110210301011)
Ninik Sarofah                (110210301014)

PROGRAM STUDI EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Semester Genap 2011-2012
KATA PENGANTAR
            Alhamdulillah, selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah yang dikerjakan yang berjudul “Kerusuhan Sejak Era Reformasi” dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pembuatan makalah sebagai bahan untuk presentasi.
Penulis sadar, makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang dapat membangun demi sempurnanya makalah ini.



    Jember, Februari 2012



Penulis
                       











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR           ……………………………………………………    i
DAFTAR ISI              ……………………………………………………………    ii
BAB 1. PENDAHULUAN
            1.1 Latar Belakang      …………………………………………………….   1
            1.2 Rumusan Masalah             …………………………………………….   1
            1.3 Tujuan Penulisan               ……………………………………………    2
            1.4 Manfaat Penulisan                        ……………………………………………    2
BAB 2. PEMBAHASAN
            2.1 Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator Politik 
(Penyaji: Ikrimatul Husna)            ……………………………………    3
            2.2 Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator
                  (Penyaji: Siti Nur Jannah dan Ninik Sarofah)       ……………………    11
            2.3 Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator Demokrasi
                  (Penyaji: Sheila May R. dan Alfin Maulidah)      ……………………    30
BAB 3. PENUTUP
            3.1 Kesimpulan           ……………………………………………………    43
3.2 Saran         ……………………………………………………………    44
LAPORAN HASIL DISKUSI          ……………………………………………    45
DAFTAR PUSTAKA                        ……………………………………………………    iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah seorang mahluk yang yang tidak hanya sebagai mahluk individual yang unik, namun sebagai mahluk sosial yang tidak dapat dipungkiri membutuhkan orang lain dan berperan penting bagi orang lain. Seiring interaksi manusia satu dengan manusia lainnya, selain banyak sekali hal yang diperoleh dari interaksi manusia, tak sedikit permasalahan yang timbul karena perbedaan. Perbedaan tersebut sampai menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Akhirnya timbullah kerusuhan di mana-mana.
Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di dalam masyarakat memang tak patut untuk di kembangkan. Banyak sekali indikator-indikator yang melatarbelakangi terjadinya kerusuhan tersebut. Hukum, demokrasi, politik, HAM, otonomi daerah, pendidikan, ekonomi, ketahanan pangan, budaya, agama, wawasan kebangsaan, identitas nasional,  dan sebagainya. Banyak sekali bidang kemasyarakatan yang turut andil dalam terciptanya kerusuhan.
Disinyalir kerusuhan-kerusuhan yang terjadi sepanjang sejarah abad di negeri Indonesia merupakan akibat dari masa orde baru saat negara dalam masa kepemimpinan Soeharto. Banyak sekali praktek-praktek kecurangan yang akhirnya membuat para mahasiswa memberanikan diri untuk memberontak dan memaksa kepemimpinan Soeharto harus segera disudahi. Namun kerusuhan-kerusuhan yang terjadi malah mengakar dan berkembang hingga saat ini. Masyarakat Indonesia sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi jika ada kerusuhan.
Kerusuhan yang ada selama ini dirasa hanya menghasilkan dampak negatif bagi masyarakat. Banyak sekali korban yang berjatuhan akibat hal ini, tidak hanya harta benda, namun nyawa menjadi korbannya. Mengapa masyarakat atau bangsa Indonesia menjadi beringas seperti itu semenjak era reformasi? Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis makalah dengan tema di atas.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kondisi Kerusuhan yang berindikator politik?
2.      Bagaimana Kondisi Kerusuhan yang berindikator HAM?
3.      Bagaimana Kondisi Kerusuhan yang berindikator demokrasi?

1.3  Tujuan Penulisan
1.   Untuk mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator politik.
2.      Untuk mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator HAM.
3.      Untuk mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator demokrasi.
1.4  Manfaat Penulisan
1.      Dapat mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator politik.
2.      Dapat mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator HAM.
3.      Dapat mengetahui Kondisi Kerusuhan yang berindikator demokrasi.
























SUB POKOK BAHASAN 1
POLITIK
OLEH: IKRIMATUL HUSNA







BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator Politik
Selain akibat dampak pengaruh ekstern yang terbawa oleh arus globalisasi, krisis yang terjadi juga banyak disebabkan oleh berbagai “kelemahan” fisik, social dan mental secara intern dalam berbagai bentuk termasuk yang dikenal sebagai KKN (korupsi, kolusi, nepotisme)[1]. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia tak lain dan tak bukan merupakan persoalan yang menyangkut internal bangsa. Para pelaku kerusuhan pun merupakan delegasi resmi dari bangsa Indonesia sendiri. Sekiranya sejak zaman orde baru hingga reformasi saat ini terlalu sering muncul kerusuhan yang banyak menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat Indonesia tentunya.
Bisa dikatakan Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Hal itu tampak dari banyaknya persoalan yang tak terselsaikan oleh pemimpin negara ini. Demokrasi yang diidam-idamkan[2] sejak runtuhnya massa orde baru rasanya jauh dari harapan masyarakat. Seperti halnya keadilan pada penegakkan hukum di Indonesia dirasa masih tebang pilih terutama pada wilayah tindak pidana korupsi yang rasanya sangat kontras antara di pusat dengan daerah. Hal ini justru membuat negara akan lebih jauh lagi dari cita-citanya. Terlebih jika upaya tidak sehat itu selalu disuguhkan kepada masyarakat luas. Maka, sudah tentu itu membuat masyarakat menjadi tidak cerdas dalam menghadapi permasalahan politik di negeri ini. Belum lagi mengenai kisruh pilkada dan persinggungan antar umat beragama, dan yang terpenting di sektor penegakkan hukum.
Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga mengukur pendapat 2.050 responden dari 33 provinsi di Indonesia mengenai kondisi politik. 2.050 Responden itu ditanya tentang keadaan politik nasional yang hasilnya terbagi dalam 6 kategori yaitu sangat baik (2 persen), baik (20,9 persen), sedang (34,2 persen), buruk (27 persen), sangat buruk (6,8 persen), tidak tahu atau tidak jawab (9 persen). Terkait dengan politik nasional, sentimen makin negatif. Jumlah suara baik-sangat baik dikurangi buruk-sangat buruk minus 11 persen. Penilaian negatif pada politik nasional ini, mulai terjadi pada setahun terakhir, dalam kurun 2011-2012.
Kecenderungan menurunnya penilaian positif terhadap politik nasional dan penegakan hukum terlihat sejak akhir 2009 ketika Pansus Century terbentuk.
Ditambah dengan skandal Muhammad Nazaruddin dan kawan-kawan pada 2011 hingga kini. Penilaian rakyat terhadap politik yang negatif merupakan basis sosial bagi perubahan politik pada pemilu 2014. Para elit politik tidak memiliki sikap kedewasaan berpolitik. Sikap kedewasaan berpolitik itu, diukur dari masing-masing pihak mengetahui ambang batas konflik. Pada tingkat pemuda, dia juga melihat ada perbedaan jauh antara pemuda saat ini dengan masa lalu dalam berpolitik. Pemuda kini tetap berperan dalam dunia politik, tapi pragmatis. Idealisme banyak tergadaikan[3]. Di tengah-tengah kondisi semacam ini, timbul kekhawatiran akan terbentuk apatisme politik yang besar di tengah-tengah masyarakat. Lalu apatisme tersebut, salah satunya akan berakibat kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan pemimpin bangsa dan negara. Pemerintah akan didukung oleh rakyat dengan jumlah kecil. Lalu akan muncul sikap-sikap pengabaian. Kontrol terhadap pemerintah jadi lemah.
ERA reformasi telah mengembalikan kejayaan partai politik (parpol) sebagai panglima. Saat ini politik telah kembali menjadi panglima negara, sebagaimana pernah terjadi pada zaman Orde Lama. Dengan demikian, semua pejabat negara sangat takut kepada partai. Mereka selalu ingin mendapatkan dukungan partai. Lalu dibangunlah koalisi partai-partai. Meskipun sejatinya tidak ada istilah 'koalisi' dan 'oposisi' dalam tatanan kenegaraan kita. Bahkan partai-partai yang berkoalisi sejatinya tidak memiliki landasan dan visi partai yang sama. Namun karena ambisi kekuasaan (dan uang), maka semua itu pun dilakukan. Dengan demikian, tidaklah mengherankan kalau partai-partai koalisi sering sekali pecah dan tidak kompak dalam menghadapi berbagai isu politik.
Risiko politiknya adalah, para pejabat negara menjadi lebih sibuk dan serius mengurus partai dibandingkan dengan mengurus negara. Akibatnya, para elit politik yang seharusnya fokus kepada gagasan mengenai konsep-konsep keamanan nasional terombang-ambing oleh berbagai kepentingan politik transaksional. Bermula dari kasus korupsi wisma atlet tahun lalu yang menyentuh Partai Demokrat, kepala negara kita sibuk sekali. Sekarang pun demikian adanya. Yakni, tatkala Nazarudin masuk pengadilan, dan banyak kali menyebut ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Hal yang sama terjadi juga pada era Megawati. Ia masih sibuk mengurus partai tatkala sedang berkuasa menjadi presiden. Seolah-olah sama sekali tidak percaya diri kalau tidak menjadi Ketua Umum PDI-P. Banyak kritik yang dilontarkan pada saat itu, termasuk dari Ruslan Abdulgani. Meskipun sejatinya tugas partai yang paling suci adalah melakukan pendidikan politik bagi bangsanya.[4]
Setelah dilantik pertengahan 2009 lalu, publik sempat menaruh harapan besar kepada wakil-wakil rakyat di Senayan. Beragam faktor menjadi alasan.
Pertama, dari segi tingkat pendidikan, komposisi anggota DPR saat ini merupakan yang terbaik dari sebelumnya. Sebagian besar DPR bergelar sarjana, banyak lulusan magister dan doktor bahkan bergelar profesor.
Kedua, di tengah meruncingnya perdebatan menyoal dikotomi pemimpin muda dan pemimpin tua, anggota DPR periode 2009-2014 pun hadir dengan rata-rata usia paling muda dalam sejarah republik. Bahkan beberapa di antaranya ada yang masih berusia 23 tahun. Usia normal lulusan S-1 saat ini.
Ketiga, tak berapa lama setelah dilantik, harapan publik membubung tinggi tatkala melihat niat dan kerja keras anggota DPR dalam membongkar berbagai praktik korupsi di negeri ini, seperti kasus Century. Proses penegakan hukum berjalan di tempat. Penyebabnya  gampang ditebak, proses yang sedang berjalan minim dukungan politik. Kasus Century entah berakhir di mana. Redupnya pembicaraan  kasus Century, seiring pula meredupnya citra dan harapan kepada DPR. Perlahan namun pasti, mulailah tercium aroma praktik politik transaksional antarelit politik yang seakan mengukuhkan bahwa aksi politisi Senayan selama ini hanya sandiwara yang didalangi berbagai faktor kepentingan, baik individu, partai dan kelompok. Tindak-tanduk keseharian anggota DPR pun semakin membuat rasa simpati publik tergerus. Kendati kerap menjadi bulan-bulanan masyarakat, baik melalui aksi demonstrasi maupun berbagai pemberitaan di media massa, namun DPR tak acuh. Justru perilaku ironis dan ketidakberpihakan pada rakyat menjadi keseharian anggota DPR. Kinerja legislasi mandul, fungsi pengawasan sekadar formalitas, manipulasi anggaran terjadi mulai dari hulu (Badan Anggaran) hingga hilir,  anggota yang sering korupsi waktu (bolos), kasus video porno dan berbagai perbuatan tak terpuji lainnya.
Hari-hari DPR juga disibukkan dengan pemborosan uang negara[5]. Akibat politik 'kotor' ini, berbagai lembaga survei baik nasional maupun internasional banyak yang menyatakan bahwa kini masyarakat mulai jenuh dan bingung dalam menentukan kepala negara, kepala daerah dan para wakilnya untuk duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tindakan-tindakan ini semakin mengokohkan monumen ketidakpercayaan publik terhadap DPR. Anehnya, anggota DPR terkesan tuli terhadap kuatnya suara rakyat yang menolak program-program tersebut. Mereka justru sibuk mencari alasan pembenar, menghindar dan melempar kesalahan. Seharusnya DPR bercermin pada anggota BPUPKI dan PPKI pada masa kemerdekaan dulu.[6]
Penulis menjadi teringat pada pernyataan pembuka Joseph E Nye Jr (1997), dalam buku ‘The Decline of Confidence in Governance’ yang mengatakan, ‘Why People Don’t Trust Government?’ Jawabannya tentu beragam, namun intinya tak jauh dari perilaku kekuasaan yang memunggungi kehidupan publik. Hal inilah yang menjadi alasan utama kemerosotan kepercayaan publik terhadap pemerintah, termasuk DPR.
DPR seharusnya paham bahwa kekuasaan yang tersekap dalam kelalaian politik untuk memenuhi keinginan warga negara akan dengan sendirinya menerima antipati politik publik. Oleh karena itu, kekuasaan seharusnya dilaksanakan sebagai amanah, dibangun di atas kerelaan, baik yang ada pada rakyat maupun para pekerja politik. Rakyat telah merelakan sebagian hak-hak sosial politiknya untuk diurus para wakilnya di DPR. Sebaliknya, mereka yang menerima hak-hak sosial politik publik mesti memiliki kerelaan politik untuk mengurus kehidupan rakyat dengan sebaik-baiknya. Kerelaan itu tidak bisa semata-mata penghias spanduk dan orasi kampanye.
Kepercayaan publik kepada DPR akan pulih tergantung seberapa mampu DPR memperjuangkan kepentingan publik. Kedudukan sebagai anggota DPR sudah seharusnya dimaknai sebagai pengabdian, bukan lowongan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka harus rela melayani publik dengan keberpihakan yang jelas kepada rakyat. Jika demikian, maka  anggota DPR akan mampu menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat yang dicintai konstituennya, bukan anggota DPR yang salah asuhan karena kehilangan budaya dan jati diri akibat gelimang kekuasaan.[7]
Kelihatannya, kesejahteraan bangsa ini masih jauh dari harapan. Malahan, dari waktu ke waktu kekuatan bangsa ini terus merosot. Simak saja, berapa besaran utang luar negeri kita sekarang, tak kurang dari Rp 1.937 triliun, meningkat sebesar Rp705 Triliun dari masa Megawati sebesar Rp 1.232 triliun (pada 2003). Ironisnya, hasil mineral dan tambang, sebagian besar sudah terikat untuk diekspor. Padahal, dalam negeri sangat membutuhkannya. Semua ini terjadi, karena pemerintahan yang dikembangkan sejak awal reformasi memang cenderung lebih liberal dari negara kapitalis sekalipun.
Menurut Kaban, banyaknya persoalan di daerah yang kerap terjadi dalam periode SBY, sebetulnya, bagian dari buah ketidaktegasan presiden dalam mengatur roda pemerintah. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut, mengingat bangsa Indonesia saat ini butuh sebuah kepastian hukum yang nantinya akan menunjang majunya perekonomian bangsa. Selain itu juga terjadi kerapuhan kualitas kader yang direkrut tanpa melalui proses kaderisasi. Dirasa mereka hanya menumpang popularitas dirinya demi keuntungan pribadi.
Dewasa ini, banyak tokoh maupun pejabat yang hanya pandai berdialog, berdiskusi  mencacai maki pemerintah tanpa bisa mencari jalan keluar. Mereka terkesan banyak mangumbar berbagai kesalahan tanpa ada pemecahan atas persoalan tersebut.
Tak dapat dipungkiri korban dari keganasan politik akhirnya juga kembali pada masyarakat. Mungkin karena Indonesia yang menjunjung jargon demokrasinya. Kerusuhan sebagai implementasi dari ketidaksetujuan masyarakat terhadap politik saat ini bukan merupakan hal yang tabu lagi. Selama ini kerusuhan di berbagai daerah karena minimnya komunikasi antara kepala daerah dan masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi.  Ketua DPD Irman Gusman menyatakan, konflik yang berujung pada kekerasan belakangan ini dipicu karena kurangnya komunikasi politik dengan masyarakat. Akibat itu, muncul kesalahpahaman yang mengarah pada tindakan anarkistis. Padahal aksi itu merugikan kepentingan masyarakat dan merusak fasilitas publik.
Ada lima persoalaan serius yang menyangkut keamanan dalam negeri yang terjadi belakangan ini. Pertama, semakin meluasnya gejala amuk masa. Dari sisi geografis dan eskalasinya gejala itu semakin meningkat dari sisi mobilisasi massanya. Kedua, fenomena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiga, Suhu politik yang memanas karena semakin dekat dengan Pemilu 2014 juga turut menjadi persoalan bangsa. Problem keempat, munculnya budaya kekerasan yang makin marak dan menyebar luas melalui media baik konvensional maupun media sosial. Problem efektifitas pemerintahan menjadi problem kelima karena seringkali pemerintah baik pusat dan daerah lamban menangani persoalan.[8]
Solusi yang dapat digunakan untuk setidaknya meminimalisir dampak dari penyalahgunaan politik di negeri ini, atau setidaknya menjadi langkah preventif dari pencegahan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. Maka, beberapa solusi yang penulis suguhkan bisa menjadi referensi untuk lebih menciptakan keamanan dan kenyamanan di dalam kehidupan berpolitik di negeri ini.
1.   Di dalam berpolitik seharusnya harus bisa mengontrol segala bentuk kegiatan yang dikerjakan. Dengan pedoman harus kembali pada tujuan dasarnya, yakni menjadi pejuang masyarakat. Yang terpenting bagaimana kita bisa bekerja keras, membantu persoalan masyarakat, meningkatkan ekonomi rakyat.
2.   Semakin banyaknya konflik yang terjadi akibat penyalahgunaan politik, seharusnya para pihak yang berwenang berusaha mengetahui ambang batas konflik, sehingga konflik yang muncul di antara mereka tidak berlarut-larut. Meski berbeda dan bertentangan secara idealisme, tapi karena tahu ambang batas konflik yang mesti dijaga, mereka tetap bisa berteman di luar perbedaan yang ada.
3.   Untuk mereka yang berada di atas, dibutuhkan ketauladan, khususnya dari para elit politik. Ketauladan yang dimaksud ialah satunya kata dan perbuatan. Untuk itu dibutuhkan perbaikan dan pembentukan karakter, karena ketauladan adalah sebuah karakter. Awal mula pembentukan karakter tersebut ada pada tataran keluarga sebagai unit terkecil dalam sosial masyarakat.[9]
4.   Melakukan koreksi dalam mengelola kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Memang benar, tak sembarang orang bisa menjadi anggota Dewan Yang Terhormat (DPR), seperti di era Orde Baru.[10]
5.   Karena telah hilangnya kepercayaan rakyat terhadap para anggota DPR, yang disebabkan oleh merebaknya penguasaan politik yang kurang sehat, akibatnya terjadi penurunan angka partisipasi rakyat dalam pemilu. Maka dari itu, dalam pemilu 2014 mendatang, sebaiknya setiap orang benar-benar menggunakan suaranya dengan kembali mengingat cita-cita luhur pendiri bangsa. Lepaskan pengaruh eforia yang berlebihan, apalagi orang yang tadinya dikira hebat dan mampu mewujudkan cita-cita bangsa, namun tak lebih sebagai pendongeng semata.
6.   Seiring banyaknya kelemahan-kelemahan dan keganjalan yang ada di tubuh pemerintahan yang menyangkut partai politik, seharusnya jangan sampai partai hanya bisa mengkritik, tapi tidak pandai memberikan solusi. Jangan hanya pandai berdialog di televisi, namun tak pandai memecahkan persoalan. Jangan hanya pandai mencaci maki sesama, tapi tidak pandai memberikan jalan keluar terbaik. Selanjutnya, jangan hanya pandai mengkritik pemerintah namun tidak mampu berbuat yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Untuk itu mari kita bangun politik yang sehat dan kritik yang mencerahkan. Dengan poltik yang sehat, diharapkan kita bisa mengkonsolidasi segala fokus program-program kerakyatan kita.
7.   Diharapkan seorang pejabat publik yang tidak hanya mahir dalam hal bersilat lidah, menabur janji serta retorika politik pada rakyat melainkan yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana sang pejabat publik tersebut mampu membuktikan janjinya secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara yang tujuan akhirnya sudah barang tentu diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Terlebih lagi, dalam situasi yang begitu cukup memprihatinkan seperti sekarang ini dimana masalah pengangguran, kemiskinan, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan serta kualitas kejahatan boleh dibilang cukup meningkat dan ini bisa diminimalisasi manakala ada kemauan baik dari pihak penguasa untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta tidak merampok uang rakyat.
8.   Perlu di garis bawahi, ukuran kebesaran sebuah partai adalah militansi dan loyalitas kader. Memang idealnya, berpolitik harus secara sehat dan berdedikasi bagi kesejahteraan rakyat. Namun jika di perjalanan terdapat peristiwa berbahaya yang mengancam eksitensi partai, maka kader partai harus lebih mengutamakan keselamatan partai ketimbang diri pribadi. Meskipun, harus berkorban dan dikorbankan, kader harus legowo menerima.
9.   Ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang diputuskan, seringkali memunculkan aksi penolakan dalam bentuk anarkis. Hal tersebut dapat ditanggulangi manakala seluruh kepala daerah agar lebih komunikatif dengan rakyatnya. Ini dibutuhkan untuk menyelesaikan aksi demonstrasi tanpa menimbulkan kerusuhan. Kepada aparat kepolisian, Presiden meminta untuk menangani para demonstran dengan baik dan tanpa kekerasan. Untuk itu, DPD akan mendorong penyelesaian kekerasan melalui kearifan lokal.Tindakan itu penting karena demokrasi tidak bisa sekadar prosedural. Bukan hanya itu,DPD pun perlu mendorong penguatan akses publik terhadap kebijakan pemerintah, kepolisian, dan pengadilan. Lemahnya akses publik dapat menimbulkan mafia perizinan.
10.  Demi meminamalisir terjadinya praktek politik transaksional yang kerap terjadi setiap pemilu digelar, maka pemerintah perlu menciptakan aturan main di pemilu 2014, yang transparan dan adil.[11]

Contoh-contoh kerusuhan akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan politik yang diputuskan oleh para kaum petinggi negara, sebagai berikut:
1.   Aceh 12 Kali Berdarah dalam Lima Bulan (Tribunnews.com - Jumat, 17 Februari 2012 18:13 WIB) (http://www.tribunnews.com/2012/02/17/aceh-12-kali-berdarah-dalam-lima-bulan).
2.   Pariwisata Maladewa Dipastikan Rugi 100 Juta Dolar Akibat Kerusuhan Politik. (http://www.analisadaily.com/news/read/2012/02/20/36339/pariwisata_maladewa_dipastikan_rugi_100_juta_dolar_akibat_kerusuhan/)
3.   Polri Belum Temukan Unsur Politis Kasus Bima (http://nasional.inilah.com/read/detail/1825850/polri-belum-temukan-unsur-politis-kasus-bima.)




















                                                                                                                  





SUB POKOK BAHASAN 2
HAK ASASI MANUSIA
OLEH:
SITI NUR JANNAH DAN NINIK SAROFAH







2.2  Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator Hak Asasi Manusia (HAM)
Pelaksanaan HAM dalam era reformasi di Indonesia dugaan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Adanya penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat di data data kasus pelanggaran HAM semasa orde baru. Contoh pelanggaran-pelanggaran HAM pada Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang mengatur mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat kemajuan kondisi hak asasi di era reformasi kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu Ini sungguh paradoks mengingat pemerintahan era reformasi hadir dengan mandat untuk mengadili kasus kasus pelanggaran berat dibahas terutama dalam era reformasi ini HAM dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat. Contoh Kasus Pelanggaran HAM Rekonsiliasi dalam penanganan kasus- kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.[12]  Di Era reformasi tersebut penanganan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Terjadinya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia Hak Asasi(HAM) Terutama pelanggaran terhadap elemen pro Hak Asasi Manusia. walaupun tampak lemah Embrio dari pengakuan HAM di ini banyak kasus pelanggaran HAM.
Tahun ini 2008 reformasi memasuki umur 10 tahun, namun sayangnya kasus- kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi disekitar masa awal reformasi tidak  teragenda. Itu mencakup 4 hal pertanggungjawaban kasus pelanggaran HAM masa lalu. Reformasi institusional dan legislasi nasional pemulihan terhadap 4 Agustus 2011. Reformasi Kejaksaan dan Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Tommy Apriando sudah 13 tahun reformasi berlalu, 16 Mei 2009 Reformasi 1998 upaya penegakan HAM dalam penanganan kasus pelanggaran HAM yang berat di Timor Timur yang melalui keputusan 22 Februari 2008. Pelanggaran HAM masih berjalan terus dua kasus besar di Papua di era reformasi[13] pelanggaran HAM berat karena seorang pemimpin yang diangkat dalam sebuah pemilihan dan pemimpin tersebut kurang bertanggung jawab. Sekarang Indonesia ada di era reformasi era demokratisasi regime Sedangkan F Golkar F TNI Polri F PPP F PBB F Reformasi F KKI F PDU 7 fraksi,  menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS 21 Mei 2011 segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Banyak contoh kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan melalui 30 Des 2011 Sepanjang tahun 2011 perubahan yang diharapkan korban tentang adanya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Masih 29 Des 2011 Pesan Akhir Tahun Korban Pelanggaran HAM Rapuhnya Pemenuhan mengabaikan konsensus nasional sebagai mandat reformasi dan menutup mata atas. Akibatnya berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat di ranah hukum formil dan reformasi. Institusi juga menunjukkan grafik peningkatan adalah paparan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa Orde Baru Pentingnya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu adalah 11 Agustus 2011. Dalam menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM berat. Dimasa lalu ternyata masih mengalami hambatan hukum di dalam 28 Juni 2011 Pelanggaran HAM Berat Padahal dalam era reformasi negara hukum Indonesia Jaksa Agung sebagai institusi negara. Dalam Pelanggaran HAM berat studi kasus kejahatan terhadap HAM berat. Kategori kejahatan terhadap kemanusiaan pada awal era reformasi penting. Yang lahir dalam masa reformasi ini adalah munculnya mekanisme dalam penanganan kasus kasus pelanggaran HAM.
A.       HAKEKAT HAK ASASI MANUSIA
Ketika mempelajari mengenai nilai, norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya kalian masih ingat bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan nilai dan norma yang sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan dan penegakan HAM, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera dapat diwujudkan.
Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya[14]. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Dengan mendasarkan pada pengertian HAM di atas, maka HAM memiliki landasan utama, yaitu:
1.      Landasan langsung yang pertama, yaitu kodrat manusia;
2.      Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu Tuhan yang menciptakan manusia.
Jadi HAM pada hakekatnya merupakan hak-hak fundamental yang melekat pada kodrat manusia sendiri, yaitu hak-hak yang paling dasar dari aspek-aspek kodrat manusia sebagai manusia. HAM tidak tergantung dari pengakuan orang lain, tidak tergantung dari pengakuan masyarakat atau negara. Manusia memperoleh hak-hak asasi itu langsung dari Tuhan sendiri karena kodratnya (secundum suam naturam). Setiap manusia, setiap negara di manapun, kapanpun wajib mengakui dan menjunjung tinggi HAM sebagai hak-hak fundamental atau hak-hak dasar. Penindasan terhadap HAM adalah bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan. Untuk mempertegas hakekat dan pengertian HAM di atas dikuatkanlah dengan landasan hukum HAM[15]
B.   HUKUM DAN KELEMBAGAAN HAK ASASI MANUSIA
1.     Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM
John Locke, pemikir politik dari Inggris, menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama dan memiliki hak–hak alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep HAM yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan HAM di berbagai belahan dunia.Dalam UDHR pengertian HAM dapat ditemukan dalam Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak–hak yang sama dan tak teralihkan dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya Deklarasi Universal HAM itulah secara internasional HAM telah diatur dalam ketentuan hukum sebagai instrumen internasional. Di negara kita dalam era reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang HAM.
a.         Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Dalam amandemen UUD 1945 ke dua, ada Bab yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia[16]. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan HAM lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal – pasal yang dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999, secara garis besar meliputi : Hak untuk hidup, Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan,  Hak turut serta dalam pemerintahan, Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan),  Hak anak.
b.         Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan.  Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.
c.   Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Latar belakang dikeluarkannya undang-undang ini, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum undang-undang ini antara lain:
1) Bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
2) Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
3) Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.
4)  Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hakhak anak.
5)  Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin[17]. Perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut : nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak.
6) Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
d.    Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhumanor Degrading Treatment or Punishment).
Konvensi ini mengatur pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya.
e.     Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Istilah “bentuk-bentuk terburuk kerja anak mengandung pengertian sebagai berikut: Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno, Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan, Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak[18].
Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182, maka negara Republik Indonesia wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan praktek memperkerjakan anak dalam bentuk-bentuk terburuk kerja anak dalam industri maupun masyarakat.
f.     Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).
Kovenan[19] ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari UDHR atau DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum.
g.   Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak–hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam UDHR sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab dan 53 Pasal. Hak–hak sipil (kebebasan–kebebasan fundamental) dan hak–hak politik.
h.   Undang-undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Undang-undang ini mengatur pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat.
2.     Latar Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM
Bagaimana latar belakang lahirnya instrumen nasional HAM atau perundang-undangan nasional HAM? Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum perubahan/amandemen) menurut Kuntjara Purbopranoto belum disusun secara sistematis dan hanya empat pasal yang memuat ketentuan–ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun demikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian, karena susunan pertama UUD 1945 adalah merupakan inti-inti dasar kenegaraan.
Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5 (lima) pokok mengenai hak – hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu :
a.  Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1);
b. Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2);
c. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang (Pasal 28);
d. Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin oleh Negara (Pasal 29 ayat 2);
e. Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).
Masuknya pasal–pasal HAM dalam UUD 1945 di atas, tidak lepas dari perdebatan yang mendahuluinya antara kelompok yang keberatan[20]. Alasan kedua pendapat yang berbeda tersebut sebagaimana dituturkan Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya Naskah Persiapan UUD 1945, Jilid I.
3.     Kelembagaan HAM
Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM telah dibentuk lembaga–lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga–lembaga yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan HAM. Uraian masing-masing sebagai berikut:
a.         Komnas HAM Komisi Nasional (Komnas) HAM
Pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999[21] tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan: membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia,meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, Fungsi pemantauan, Fungsi mediasi,
b.   Pengadilan HAM Pengadilan HAM
Merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan[22] . Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
c.     Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)[23].
d.   Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan Komisi Nasional ini bersifat independen.
e.     Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Komisi Kebenaran
Dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dan diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab kalau tidak dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan rasa keadilan dan kebenaran dalam masyarakat.
f.    LSM Pro-demokrasi dan HAM
Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM.
C.    KASUS PELANGGARAN DAN UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
1.     Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia[24]. Kapan dinyatakan adanya pelanggaran HAM ? Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan seharai–hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu baik dilakukan oleh negara/ pemerintah maupun oleh masyarakat. Menurut Richard Falk kategori–kategori pelanggaran HAM yang dianggap kejam, yaitu : Pembunuhan besar–besaran (genocide), Rasialisme resmi, Terorisme resmi berskala besar, Pemerintahan totaliter, Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan dasar manusia, Perusakan kualitas lingkungan, Kejahatan – kejahatan perang.
2.     Berbagai Contoh Pelanggaran HAM
Banyak terjadi pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang dilakukan pemerintah, aparat keamanan maupun oleh masyarakat. Hal ini dapat ditunjukan adanya korban akibat bergai kerusuhan yang terjadi di tanah air. Misalnya, korban hilang dalam berbagai kerusuhan di Jakarta, Aceh, Ambon dan Papua diperkirakan ada 1148 orang hilang dalam kurun waktu 1965 – Januari 2002 (Kompas 1 Juni 2002).
Kita juga dapat dengan mudah menemukan pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak – anak. Misalnya, dalam kehidupan sehari – hari kita menyaksikan banyak anak (dibawah umur 18 tahun) dipaksa harus bekerja mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk membantu keluarganya atau pihak lain.
Begitu pula kita juga dapat menemukan kasus sejumlah anak yang melanggar hukum (berkonflik dengan hukum). Misalnya data Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Lampung menyatakan jumlah anak yang berkonflik dengan hukum selama Januari–Maret 2008 mencapai 83 orang. Pelanggaran hukum yang dilakukan anak–anak adalah pencurian, penganiayaan, penggunaan narkoba, pemerkosaan, perampasan, penodongan, pembunuhan, perjudian, perampokan, penjambretan, curanmor, dan perkelahaian[25].
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh pelanggaran HAM yang menjadi sorotan nasional bahkan internasional :
a.   Kasus Marsinah Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan pemogokan yang dilakukan buruh PT.CPS pada tanggal 3-4 Mei 1993. Aksi ini berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh. Marsinah menuntut dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawannya Pada 5 Mei 1993 Marsinah ‘menghilang’, dan akhirnya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan di hutan Wilangan Nganjuk.
b.   Kasus Trisakti dan Semanggi Kasus Trisakti dan Semanggi, terkait dengan gerakan reformasi. Arah gerakan reformasi adalah untuk melakukan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi dipicu oleh krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ekonomi terjadi berkepanjangan karena fondasi ekonomi yang lemah dan pengelolaan pemerintahan yang tidak bersih dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari pemerintahan yang otoriter menjadi pemerintahan yang demokratis, mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
c.    Kasus Bom Bali Peristiwa peledakan bom oleh kelompok teroris di Legian Kuta Bali 12 November 2002, yang memakan korban meninggal dunia 202 orang dan ratusan yang luka-luka, semakin menambah kepedihan kita. Apa lagi yang menjadi korban tidak hanya dari Indonesia, bahkan kebanyakan dari turis manca negara yang datang sebagai tamu di negara kita yang mestinya harus dihormati dan dijamin keamanannya.
3.     Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM
Mengapa pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi di Indonesia, meskipun seperti telah dikemukakan di atas telah dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya lembaga penegakan hak asasi manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya kompleks. Faktor–faktor penyebabnya antara lain:
a.     Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya (partikularisme);
b.     Adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
c.     Kurang berfungsinya lembaga–lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan); dan
d.    Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.
Disamping faktor-faktor penyebab pelanggaran hak asasi manusia tersebut di atas, menurut Effendy salah seorang pakar hukum, ada faktor lain yang esensial yaitu “kurang dan tipisnya rasa tanggungjawab”.



4.     Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Kasus–kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di depan membawa berbagai akibat[26]. Bagaimana kita menanggapi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM. Alasannya: Dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan dengan nilai–nilai kemanusiaan, di lihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen HAM, dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya.
Disamping tanggapan kita terhadap pelanggaran HAM berupa sikap tersebut di atas, juga bisa berupa perilaku aktif[27]. Dengan kata lain tanggapan terhadap pelanggaran HAM di Indonesia dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, yakni :
a.     Mengutuk, misalnya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan melalui majalah sekolah, surat kabar, dikirim ke lembaga pemerintah atau pihak–pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM. Bisa juga kecaman/ kutukan itu dalam bentuk poster, dan demonstrasi secara tertib.
b.   Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM. Misalnya mendukung digelarnya peradilan HAM, mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga peradilan HAM internasional, apabila peradilan HAM nasional mengalami jalan buntu.
c.    Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi juga bisa berwujud usaha menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan kemanusiaan.
d.   Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban pelanggaran HAM.
5.     Contoh Kasus Pelanggaran HAM dan Upaya Penegakannya
Kasus pelanggaran HAM dapat terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara lain perlu dikembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindarkan dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia.
Contoh Hasus Pelanggaran HAM:
1.      Penganiayaan atas Kepala Sekolah SLTP 1 Raha, La Diallah dan Satpam Teguh (5 Juni 2004).
Peristiwa tersebut diawali dari Risman Alim murid kelas 2 SMP 1 Raha yang sering mabuk-mabukan. Risman adalah anak Bripka Alim Saman anggota Polres Muna. Karena sering mabuk Risman dipanggil guru bidang Bimbingan dan Penyuluhan dan dinasihati. Orang tua Risman pun sempat dipanggil menghadap. Ketika ujian kelas 3 berlangsung, Risman datang terlambat ke sekolah dan terlihat mabuk. Guru yang menanyai Risman merasa dibohongi muridnya dan menendang kaki Risman. Hal itu membuat orang tua Risman marah dan mendatangi sekolah , kemudian menganiaya Kepala Sekolah SLTP 1 Raha La Diallah dan Satpam Teguh. “Dia juga mengancam akan membom sekolah karena mengaku memiliki dua bom dan menembaki para guru”, tambah Edy Siregar Sekretaris PGRI Kabupaten Muna. Akibat peristiwa tersebut, para guru melakukan aksi mogok mengajar di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara sebagai wujud solidaritas atas tindakan penganiayaan terhadap Kepala Sekolah SLTP 1 Raha dan Satpam Teguh.
Para guru tidak puas dengan penanganan yang dilakukan Kapolres. “Bahkan ketika dipanggil DPRD Kapolres tidak hadir, sepertinya Kapolres Muna melindungi anak buahnya,”. Atas dasar pertimbangan bahwa kasus ini tidak ditanggapi para pejabat terkait, maka sekitar sepuluh orang perwakilan guru dari Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara mendatangi Kantor Komnas HAM. Anngota Komnas HAM, MM Billah berjanji akan mendatangi tempat kejadian, dan akan menindaklanjuti sebagai kasus HAM tapi bukan pelanggaran HAM berat[28].
Upaya penegakan terhadap kasus pelanggaran HAM tergantung pada apakah pelanggaran HAM itu masuk kategori berat atau bukan. Apabila berat, maka penyelesaiannya melalui Peradilan HAM, namun apabila pelanggaran HAM bukan berat melalui Peradilan Umum. Kita sebagai manusia dan sekaligus sebagai warga negara yang baik, bila melihat atau mendengar terjadinya pelanggaran HAM sudah seharusnya memiliki kepedulian. Meskipun pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian atau keluarga kalian. Kita sebagai sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban pelanggaran HAM atas sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki–laki, berbeda agama, suku dan daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke–Papua menyatakan “IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI”[29]. Kepedulian kita terhadap penegakan HAM merupakan amanah dari nilai Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab yang sama–sama kita junjung tinggi, karena akan dapat menghantarkan sebagai bangsa yang beradab. Oleh karena itu sikap tidak peduli harus dihindari.
D.    MENGHARGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
Upaya perlindungan HAM penekanannya pada berbagai tindakan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran HAM. Perlindungan HAM terutama melalui pembentukan instrumen hukum dan kelembagaan HAM. Juga dapat melalui berbagai faktor yang berkaitan dengan upaya pencegahan HAM yang dilakukan individu maupun masyarakat dan negara. Negaralah yang memiliki tugas utama untuk melindungi warga negaranya termasuk hak- hak asasinya.
Lukman Soetrisno seorang sosiolog, mengajukan indikator bahwa suatu pembangunan telah melaksanakan hak–hak asasi manusia apabila telah menunjukkan adanya indikator-indikator, sebagai berikut: Dalam bidang politik berupa kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam masyarakat, Dalam bidang sosial berupa perlakuan yang sama, Dalam bidang ekonomi dalam bentuk tidak adanya monopoli dalam sistem ekonomi yang berlaku.
E.    MENGHARGAI UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA
Upaya penegakan HAM dapat dilakukan melalui jalur hukum dan politik. Maksudnya terhadap berbagai pelanggaran HAM maka upaya menindak para pelaku pelanggaran diselesaikan melalui Pengadilan HAM bagi pelanggaran HAM berat dan melalui KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). Upaya penegakan HAM melalui jalur Pengadilan HAM, mengikuti ketentuan-ketentuan antara lain, sebagai berikut:
1.     Kewenangan memeriksan dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.
2.     Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan UURI No.26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc. Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan waktu perbuatan tertentu (locus dan tempos delicti ) yang terjadi sebelum diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000.
3.     Agar pelaksanaan Pengadilan HAM bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranya dilakukan majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang[30].
Sedang penegakan HAM melalui KKR penyelesaian pelanggaran HAM dengan cara para pelaku mengungkapkan pengakuan atas kebenaran bahwa ia telah melakukan pelanggaran HAM terhadap korban atau keluarganya, kemudian dilakukan perdamaian. Jadi KKR berfungsi sebagai mediator antara pelaku pelanggaran dan korban atau keluarganya untuk melakukan penyelesaian lewat perdamaian bukan lewat jalur Pengadilan HAM. Dalam upaya penegakan HAM peran korban dan saksi sangat menentukan, oleh karena itu mereka perlu memperoleh jaminan keamanan. Bagaimanakah jaminan terhadap para korban dan saksi yang berupaya menegakkan HAM? Dalam rangka memperoleh kebenaran faktual, maka para korban dan saksi dijamin perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun. Kemudian untuk memenuhi rasa keadilan maka bagi setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh ganti rugi oleh negara (kompensasi), ganti rugi oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi), pemulihan pada kedudukan semula, seperti nama baik, jabatan, kehormatan atau hak-hak lain (rehabilitasi). Kegiatan seperti apa yang dapat digolongkan sebagai menghargai upaya penegakan HAM? Secara sederhana ukuran yang dapat dipakai untuk menentukan kegiatan yang dapat digolongkan (dikategorikan) menghargai upaya penegakan HAM adalah setiap sikap dan perilaku yang positif untuk mendukung upaya–upaya[31] menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM.
Beberapa contoh kegiatan yang dapat dimasukan menghargai upaya penegakan HAM, antara lain :
1. Membantu dengan menjadi saksi dalam proses penegakan HAM;
2. Mendukung para korban untuk memperoleh restitusi maupun kompensasi serta rehabilitasi;
3. Tidak mengganggu jalannya persidangan HAM di Pengadilan HAM;
4.  Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum dan lembaga–lembaga HAM bila terjadi pelanggaran HAM;
5. Mendorong untuk dapat menerima cara rekonsiliasi melalui KKR kalau lewat jalan Peradilan HAM mengalami jalan buntu, demi menghapus dendam yang berkepanjangan yang dapat menghambat kehidupan yang damai dan harmonis dalam bermasyarakat.




















SUB POKOK BAHASAN 3
DEMOKRASI
OLEH:
SHEILA MAY REZITA DAN ALFIN MAULIDAH










2.3  Kondisi Kerusuhan Yang Berindikator Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
PENYEBAB MUNCULNYA DEMOKRASI
Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya,Indonesia menganut system “demokrasi”. Penyebab munculnya demokrasi di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia ini didasarkan karena beberapa kelebihan yang ada pada demokrasi,diantaranya:
1)      Demokrasi dapat dianggap sebagai system pemerintahan yang paling ideal dibandingkan system pemerintahan lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya Negara yang menyatakan sebagai Negara demokrasi ,meskipun dengan sebutan yang berbeda-beda.[32]
2)      Terjaminnya hak asasi manusia. Jaminan tersebut perlu ada karena jaminan terhadap hak asasi manusia merupakan wujud pemerintahan yang demokratis.
3)      Ego rakyat yang tak tertahan untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan.
4)      Sejarah yang telah diukir pada zaman yunani kuno.
5)      Adanya sikap otoriter yang dilakukan pada pejabat pemerintahan.
Perubahan yang besar terjadi pada Indonesia, yaitu pada masa orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang. Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru.
Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin[33]. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi.
Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan anggapan tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno[34]  telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu.
Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.
Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.
Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi[35] di masyarakat juga semakin meningkat. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik.
Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.
Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi ”prestasi” yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian.
Untuk membangun suatu sistem demokrasi di suatu negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan sistem demokrasi akan mengalami kegagalan. Namun, demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan[36] yang sangat pesat.
Tapi dibalik keberhasilan tersebut, bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna. Masih banyak kekurangan dan penyimpangan yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Berdasarkan survei tingkat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi semakin besar bahkan demokrasi adalah sistem yang terbaik meskipun sistem demokrasi itu tidak sempurna.
Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam.
Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodisasi:
1.      Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi (1945-1950)
Tahun 1945-1950,Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saaat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan,hal itu terlihat pada pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR,DPR dan DPA dibentuk menurut UU,segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang absolute,pemerintah mengeluarkan:
·      Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislative.
·      Maklumat Pemerintah tanggal 3 November  1945 tentang pembentukan partai politik.
·      Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang perubahan system pemerintahan presidensil menjadi parlementer.
2.      Pelaksanaan demokrasi pada masa oerde lama
a)      Masa demokrasi Liberal 1950-1959
Masa demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai lambing[37]. Masa demokrasi ini peranan parlemen akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
·         Dominannya partai politik
·         Landasan social ekonomi yang masih lemah
·         Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
·         Bubarkan konstituente
·         Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950
·         Pembentukan MPRS dan DPAS
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut:
·         Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
·         Menteri bertanggung jawab atas kebijakaan pemerintah.
·         Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR.
·         Perdana menteri diangkat oleh presiden.
Beberapa dampak dari system demokrasi liberal adalah sebagai berikut. Dampak demokrasi liberal pada pemerintahan Indonesia:
·         Karena cabinet mengalami perubahan yang sering,maka pembangunan tidak berjalan lancar.
·         Tidak memunculkan partai yang mendominan,sehingga presiden bersikap diantara banyak partai pula.
·         Dengan banyaknya partai,tidak ada badan yudikatif dan eksekutif yang kuat.
 Dampak Demokrasi Liberal pada Masyarakat:
·         Memunculkan pemberontakan di berbagai daerah (APRA, RMS, DI/TII).
·         Krisis kepercayaan rakyat pada pemerintahan.
b)      Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPR No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan cirri :
·         Dominasi presiden
·         Terbatasnya peran partai politik
·         Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain :
·         Mengaburnya system kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
·         Peranan parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.
·         Jaminan HAM lemah.
·         Terjadi sentralisasi kekuasaan
·         Terbatasnya peranan pers
·         Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRS (Blok Timur) akhirnya terjadi peristiwa G 30 September 1965 oleh PKI.
c)      Pelaksanaan demokrasi orde baru 1996-1998
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya surat perintah 11 maret 1996, orde baru bertekad akan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Awal orde baru ini memberi harapan baru pada rakyat, pembangunan disegala bidang melallui Pelita I,II,III,IV,V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971,1977,1982,1987,1992 dan 1997. Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab :
·         Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
·         Rekritmen politik yang tertutup
·         Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
·         Pengakuan HAM yang terbatas
·         Tumbuhnya KKN yang merajalela
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
d)     Pelaksanaan demokrasi orde reformasi 1998-sekarang
Demokrasi yang dikembangkan pada massa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada pancasila dan UUD 1945,dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis,dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi,wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubunngan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR hasil pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan demokratis antara lain:
ü  Keluarnya ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok  reformasi
ü  Ketetapan No.VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
ü  Tap MPR RI No.XI/MPR 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
ü  Tap MPR RI No.XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI
ü  Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,II,III,IV.
Pada masa reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umum yaitu tahun 1999 dan tahun 2004. 
Demokrasi yang berkembang dapat dilihat dari partisipasi secara langsung dan dapat dibicarakan dengan pemerintah. Demokrasi dapat dilaksanakan dengan kekuasaan Negara yang yakin bahwa segala kehendak dan kepentingan rakyat akan diperhatikan oleh wakil-wakilnya. Demokrasi juga dapat melaksanakan kekuasaan Negara yang senantiasa mengingat pendapat dari rakyatnya.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Beserta Contohnya             
Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’[38]. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Dengan begitu banyaknya persoalan yang telah melanda bangsa Indonesia ini, keberhasilan Indonesia dalam menetapkan demokrasi tentu harus dibanggakan karena banyak negara yang sama dengan negara Indonesia tetapi negara tersebut tidak bisa menegakkan sistem demokrasi dengan baik dalam artian gagal. Akibat demokrasi jika dilihat dari berbagai persoalan di lapangan adalah meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir masalah korupsi, penyelewengan, dan itu adalah contoh fenomena dalam suatu negara sistem demokrasi. Demokrasi adalah sistem yang buruk diantara alternatif lainnya tetapi demokrasi memberikan harapan untuk kebebasan, keadilan, kesejahteraan. Oleh karena itu banyak negara yang berlomba – lomba untuk menerapkan sistem demokrasi.
Tantangan dan Harapan
Demokrasi dapat mengurangi kemiskinan[39]. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan.
Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai agama dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah.
Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi.
Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak. Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia.
Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian dari demonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai agama.
Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.
Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat[40] (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri.
Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi.
Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi.
Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
Dampak positif demokrasi
Ø  Rakyat bebas mengeluarkan aspirasi sebab ada undang-undang yang melindunginya.
Ø  Melatih rakyat untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah.
Ø  Kekuasaan ada ditangan rakyat.
Ø  Tidak ada pemimpin yang sewenang-wenang/otoriter.
Ø  Pemerintahan lebih terbuka.
Dampak negative demokrasi
Ø  Sering terjadi demo.
Ø  Dapat melemahkan posisi Negara/pemerintah.

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam demokrasi yang sangat penting bagi Negara Indonesia untuk mengetahui betapa pentingnya demokrasi bagi rakyat Indonesia. Diantaranya ialah:
·         Demokrasi dapat menyelesaikan berbagai perselisihan di Indonesia dan diluar Indonesia secara damai.
·         Demokrasi dapat menyelenggarakan pergantian pemimpin secara adil,makmur dan teratur.
·         Demokrasi dapat juga mengakui dan menganggap adanya kebudayaan dan keanekaragaman.
·         Demokrasi dapat menegakkan keadilan dan menjamin kemakmuran disetiap Negara yaitu di luar negeri dan di dalam negeri.
Demokrasi yang banyak dipraktikkan sekarang ini adalah demokrasi konstitusional,dimana cirri khasnya adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
Hendry B. Mayo dalam budiardjo (1977:62) mengemukakan beberapa nilai yang mendasari demokrasi seperti berikut:
·         Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
·         Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
·         Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
·         Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
·         Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat,kepentingan serta tingkah laku.
·         Menjamin tegaknya keadilan.

















BAB 3. PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.      Kerusuhan social yang berindikator politik di Indonesia sangat memprihatinkan. Kondisi politik yang memang sebelumnya kurang memberikan kenyamanan pada masyarakat semakin diperparah dengan tabiat yang dilakukan oleh para petinggi negara. Sehingga menurrut survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) tercacat dari 2000 responden yang tersebar di 33 provinsi, hasilnya sentiment masyarakat terhadap kondisi politik di Indonesia menyatakan sangat buruk. Akibatnya banyak sekali kerusuhan yang terjadi untuk menentang itu semua. Hal semacam ini jelas butuh penanganan luar biasa dari berbagai pihak. Terutama butuh ketegasan dari pemimpin negara dalam hal ini presiden.
2.      Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dalam era reformasi masih banyak sekali pelanggaran-pelanggaran HAM berat. Factor penyebab terjadinya pelanggaran HAM tersebut yang esensial yaitu kurang dan tipisnya rasa tanggung jawab. Kondisi kerusuhan di Indonesia saat ini semakin marak dan sulit dikendalikan, selain itu terjadi semakin banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Maka dari itu, kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menyikapi semua hal tersebut agar di Indonesia tidak terus menerus menjadi kerusuhan.
3.      Sebelum ada reformasi masyarakat Indonesia merasa tidak mendapatkan kebebasan untuk berpendapat, berserikat dan berkumpul. Namun berbeda jauh setelah munculnya reformasi masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang benar-benar mampu menyuarakan pendapatnya di muka umum. Seiring berjalannya waktu hal itu mengubah masyarakat Indonesia menjadi anarkis, kerusuhan di mana-mana dan sampai saat inirasanya demokrasi yang diterapkan identik dengan kerusuhan dan anarkisme.
3.2  Saran
     Dengan makalah yang penulis buat ini diharapkan masyarakat Indonesia khususnya bisa lebih memahami tentang kehidupan bermasyarakat, yang memang membutuhkan sosialisasi yang ideal diantara kita. Sebagai generasi muda penerus perjuangan bangsa sudah selayaknya kita tidak mencontoh potret buram pendahulu kita yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Hal itu tidak baik kita contoh dikarenakan hanya menimbulkan dampak negative bagi kita semua. Selama masalah masih boisa kita bicarakan dengan diplomasi, rasanya kerusuhan tidak perlu dilakukan.
1.      Kepada penulis selanjutnya diharapkan dapat mencari referensi yang lebih banyak lagi mengenai penyebab masyarakat Indonesia yang menjadi beringas setelah reformasi, seperti apa kerusuhan yang terjadi, dan bagaimana solusi untuk mengatasi masalah kerusuhan social tersebut.
2.      Marilah kita bersama-sama menjaga sebagai warga negara yang baik, selalu menjaga kerukunan, keselarasan dan perdamaian. Sebisa mungkin kita dapat menghapus segala kerusuhan yang ada dan mencegahnya pula. Dengan menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.



















LAPORAN HASIL DISKUSI
SESI I
Pertanyaan
1.   Elisa Ferdiayanti (110210301002) FKIP Ekonomi Kelompok 4
Demokrasi seperti yang kita ketahui, identik dengan kebebasan. Lalu bagaimana dengan pencuri yang digebugi massa atau dikeroyok massa terlebih dahulu sebelum dibawa kepada pihak yang berwenang. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwasannya terjadi pelanggaran HAM. Menurut kelompok anda, kira-kira solusi seperti apa yang dapat digunakan untuk penyelesaian masalah seperti yang telah saya sampaikan tadi, dan pihak mana saja yang patut kiranya terlibat dalam mengatasi hal tersebut?
Jawaban
1.   Alfin Maulidah (110210301011) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Demokrasi sebenarnya tidak terlalu bebas. Ada batasan-batasan tertentu yang sekiranya membatasi perbuatan yang telah diatur dalam suatu negara untuk tidak dilakukan. Selain itu perlu ditekankan, bahwa kesadaran masyarakat pun sangat diperlukan agar tidak terjadi amuk masa.
2.   Sheila May Rezita (110210301007) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Sebenarnya seperti di awal tadi sudah sempat disampaikan bahwa sejak era reformasi memang terkesan masyarakat Indonesia cepat marah terhadap apa yang dihadapi. Memang anarkisme di Indonesia ini mulai menggejala mulai lengsernya pemerintahan Soeharto. Anarkisme itu akibat dari lelahnya masyarakat akan pemerintahan Soeharto yang tidak boleh berpendapat, dan mengkritik pemerintah di hadapan publik.
3.   Ikrimatul Husna (110210301004) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Solusi yang sekiranya dapat dijadikan sebagai alat pemecahan masalah yaitu dengan menumbuhkan kesadaran pada berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Seburuk-buruknya seorang manusia, pasti memiliki hati nurani melihat sesuatu dan dapat melihat mana yang sekiranya baik, mana yang sekiranya buruk. Jadi dengan kesadaraan masing-masing dari individu yang bersangkutan jelas ada nantinya sebuah langkah perbaikan. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa selain factor internal yang berpengaruh, juga terdapat factor eksternal misalkan pengaruh sosiaal masyarakat. Selain itu untu solusi dapat dibedakan menjadi dua, ada solusi yang bersifat preventif atau dalam upaya pencegahan, ada pula solusi yang bersifat represif sebagai bentuk pengatasan masalah. Untuk elemen yang terlibat, diharapkan semua elemen baik mulai tingkatan terendah sampai tertinggi sekalipun harus mampu saling kerjasama dalam mewujudkan keselarasan bangsa.


4.   Siti Nur Jannah (110210301010) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Perlu dikembangkan sikap saling menghormati, persaudaraan dan menghindarkan dari kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela lainnya.
Sanggahan
1.   Abdur Rohman (111910201030) Teknik Mesin Kelompok 10
Demokrasi di Indonesia dapat dikatakan cenderung terlalu bebas. Demokrasi tanpa batas. Hal tersebut mengakibatkan mental masyarakat Indonesia baik kalangan pejabat atau petinggi negara atau rakyat pada umumnya memiliki egoisitas lebih tinggi. Tentu terlalu bebasnya apa yang dilakukan dalam demokrasi sangat yang tidak sepaham dengan agama. Karena bagaimanapun bebasnya suatu demokrasi yang terbentuk, tentu di dalanya ada batasan-batasan tertentu pula. Solusi demokrasi yang di terapkan di Indonesia dirasa kurang tepat. Menurut saya, dengan menerapkan sila keempat dari pancasila, yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” setidaknya akan lebih membantu demokrasi Indonesia berjalan lebih baik ke depannya.
2.   Nurul Maidah (110210301020) FKIP Ekonomi Kelompok 6
Intinya untuk menjaga keberhasilan demokrasi suatu negara, tidak hanya kesadaran masyarakat saja, tetapi ada 3 elemen penting yang berperan yaitu sebagai berikut:
1.   Keluarga: sebagai lingkungan pertama dan utama yang membentuk karakter seseorang
2.   Lembaga Pendidikan: yang berperan penting dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi pada seseorang
3.   Masyarakat: di mana tempat kita bergaul dan bersosialisasi
Demikian halnya dengan demokrasi pancasila, menurut apa yang telah disampaikan bahwasannya demokrasi pancasila berlaku saat zaman kepemimpinan Soeharto atau masa Orde Baru, dan demokrasi yang berlaku saat ini adalah demokrasi transisi. Kembali pada pokok permasalahan, perlu ditekankan bahwasannya meski bukan lagi menggunakan demokrasi pancasila, bukan berarti pancasila sebagai dasar negara tidak berlaku lagi. Bagaimanapunpancasila merupakan dasar negara Indonesia yang tidak dapat digantikan.
Pertanyaan
2.   Novita Mayasari (110210301003) FKIP Ekonomi Kelompok 4
Seperti yang telah dijelaskan bahwasannya negara kita Indonesia telah mengalami 4 masa demokrasi. Coba jelaskan menurut kelompok anda, kira-kira demokrasi pada masa apa yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia?




Jawaban
1.   Sheila May Rezita (110210301007) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi.
Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan anggapan tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu.
Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.
Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.
Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik.
Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.
Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi ”prestasi” yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian.
Untuk membangun suatu sistem demokrasi di suatu negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan sistem demokrasi akan mengalami kegagalan. Namun, demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Tapi dibalik keberhasilan tersebut, bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna. Masih banyak kekurangan dan penyimpangan yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Berdasarkan survei tingkat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi semakin besar bahkan demokrasi adalah sistem yang terbaik meskipun sistem demokrasi itu tidak sempurna.
Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam.
Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan.
2.   Ikrimatul Husna (110210301004) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Demokrasi yang sekiranya tepat untuk Indonesia adalah adanya demokrasi yang saat ini masih dalam transisi. Mengapa kami mengatakan hal tersebut, karena memang untuk yang terdahulu, jelas banyak kekurangan, makanya tidak mampu bertahan sampai sekarang ini. Namun meskipun demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwasannya pada demokrasi yang saat ini masih dalam keadaan transisi ini pun, masih banyak kekurangan, maka dari itu perlu adanya perbaikan-perbaikan yang dapat lebih mengarahkan Indonesia menuju ke keadaan demokrasi yang sebenarnya. Yaitu, “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Bukan seperti saat ini, “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk petinggi negara”.

SESI II
Pertanyaan
1.      Abdur Rohman (111910201030) Teknik Mesin Kelompok 10
Dalam penyampaian mengenai sub pokok bahasan politik, yaitu pada bagian solusi penyelesaian masalah, untuk point keempat yaitu “untuk memilih para pejabat dengan tidak sembarangan”, perlu pengetahuan bagi kami para orang awam untuk lebih mengerti, siapa sosok yang nantinya akan dipilih, seperti apa figurnya. Jelas kita sebagai rakyat perlu mengetahui hal itu agar tidak memilih secara sembarangan terhadap pejabat yang nantinya berkuasa. Kira-kira menurut kelompok anda, indikator apa saja yang dapat dijadikan sebuah penentu dalam memilih para pejabat yang sesuai?
Jawaban
1.      Ikrimatul Husna (110210301004) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Seperti yang kita ketahui memang ada beberapa alasan yang menjadi latar belakang sampai seseorang bisa ditempatkan di kursi pemerintahan, antara lain sebagai berikut:
1.   Dari segi tingkat pendidikan, komposisi anggota DPR saat ini merupakan yang terbaik dari sebelumnya. Sebagian besar DPR bergelar sarjana, banyak lulusan magister dan doktor bahkan bergelar profesor.
2.   Di tengah meruncingnya perdebatan menyoal dikotomi pemimpin muda dan pemimpin tua, anggota DPR periode 2009-2014 pun hadir dengan rata-rata usia paling muda dalam sejarah republik. Bahkan beberapa di antaranya ada yang masih berusia 23 tahun. Usia normal lulusan S-1 saat ini.
3.   Tak berapa lama setelah dilantik, harapan publik membubung tinggi tatkala melihat niat dan kerja keras anggota DPR dalam membongkar berbagai praktik korupsi di negeri ini, seperti kasus Century. Proses penegakan hukum berjalan di tempat. Penyebabnya  gampang ditebak, proses yang sedang berjalan minim dukungan politik.
Namun ketiga hal di atas rasanya tidak mampu untuk menjadi bekal bagi para calon petinggi negara untuk lebih percaya diri dan seenaknya di kursi pemerintahan. Ternyata mereka yang diharapkan professional dalam melaksanakan tugasnya malah sebaliknya.
Kita sebaiknya harus berkaca pada budaya malu yang diterapkan di Jepang. Jika kita belajar dari budaya malu orang Jepang yang mana kelihatannya salah satu kode etik ”Samurai” yang mengatakan bahwa ”Hinkaku No Chikara” (Pentingnya Kemampuan Menjaga Harga Diri) belum begitu banyak dipraktikkan oleh kaum pejabat publik kita. Artinya, semakin tingi jabatan seseorang maka Hinkaku (harga diri) semakin penting dan ini dibuktikan apabila seorang pejabat yang merasa bersalah dan bertanggung atas kesalahan itu demi untuk kepentingan masyarakat, maka Sang Pejabat pun tak segan untuk mundur dari jabatannya dan bahkan jika perlu ada di antara mereka yang rela melakukan bunuh diri demi untuk menebus kesalahannya itu. Ini artinya di Indonesia untuk mereka para pejabat memang terkesan “miskin budaya malu” nya. Mereka seakan berdalih mencari pembenaran atas dirinya.
Lantas, tentu apa yang diinginkan oleh masyarakat terutama mereka yang berada dalam kategori orang pinggiran adalah dirindukannya seorang pejabat publik yang tidak hanya mahir dalam hal bersilat lidah, menabur janji serta retorika politik pada rakyat melainkan yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana sang pejabat publik tersebut mampu membuktikan janjinya secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara yang tujuan akhirnya sudah barang tentu diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Terlebih lagi, dalam situasi yang begitu cukup memprihatinkan seperti sekarang ini dimana masalah pengangguran, kemiskinan, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan serta kualitas kejahatan boleh dibilang cukup meningkat dan ini bisa diminimalisasi manakala ada kemauan baik dari pihak penguasa untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta tidak merampok uang rakyat.
Oleh karenanya, menjelang 100 tahun Indonesia Merdeka, diperlukan orang kuat yang memimpin Indonesia. Orang yang mampu berdiri di atas semua partai. Orang yang tidak tergantung pada kepentingan politik partai. Orang yang rela berkorban (korban politik, korban ekonomi, korban sosial, dan lain-lain) bagi bangsanya. Harus dicatat bahwa, pemimpin yang masih ingin bersandar dan berlindung pada parpol, maka orang itu adalah pemimpin yang lemah.
Untuk memilih pejabat negara bisa dilakukan dengan cara kita menilai sebesar apa mereka dalam meberikan kontribusi terhadap negara. Prestasi apa saja yang sekiranya telah ditorehkan kepada Indonesia selama ini. Jadi, sebagai warga masyarakat yang cerdas kita juga harus aktif dalam mengikuti pemberitaan-pemberitaan yang ada di Indonesia selama ini baik media elektronik, cetak dan lain. Dengan jalan semacam itu, tak ayal nantinya kita diharapkan bisa memilih pejabat yang memiliki kualifikasi yang tinggi.
Sanggahan
1.      Elisa Ferdiayanti (110210301002) FKIP Ekonomi Kelompok 4
Bagaimana bila orang yang memiliki kontribusi besar terhadap negara malah tidak berminat atau tidak berkeinginan untuk masuk dalam dunia politik atau pemerintahan?
Jawaban
1.      Ikrimatul Husna (110210301004) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Kalau masalahnya seperti itu, jelas itu hak dari masing-masing individu. Toh tidak ada paksaan untuk masuk atau menjadi anggota dewan terhormat. Tapi saya rasa yang lebih penting di sini bukan suatu jabata yang dipangku oleh seseorang, tapi bagaimana orang tersebut berperan aktif di dalamnya. Suatu jabatan tidak menentukan keaktifan seseorang di dalam suatu organisasi, namun yang lebih dipentingkan di sini adalah bagaimana orang tersebut mampu memberikan sesuatu kepada rakyat, meski bukan kewajibannya.
Pertanyaan
2.      Imam Mashudi (090810201003) Manajemen kelompok 3
Dalam pembahasan pada sub pokok bahasan politik tadi, disinggung mengenai solusi yang dapat digunakan untuk penyelesaian masalah yaitu pada point ketujuh dikatakan bahwasannya ”Kader partai harus lebih mengutamakan keselamatan partai ketimbang diri pribadi”. Bila dilihat dari pernyataan itu timbul pertanyaan dalam benak saya, apakah kepentingan golongan atau kepentingan partai jauh lebih penting daripada kepentingan rakyat?
Jawaban
1.      Ikrimatul Husna (110210301004) FKIP Ekonomi Kelompok 5
Dalam masalah atau pertanyaan yang saudara sampaikan kiranya dapat diambil sekat sebagai pemisah bahwasannya apa yang saya sampaikan, berbeda dengan apa yang anda sampaikan. Di sini jelas sekali bahwasannya, perbandingan yang saya sampaikan adalah antara kepentingan partai dengan kepentingan pribadi. Jelas, yang seharusnya diutamakan adalah kepentingan partai. Namun untuk pertanyaan anda, adalah perbandingan antara kepentingan golongan atau dalam hal ini partai dengan kepentingan rakyat. Jelas lagi di sini yang seharusnya lebih diutamakan adalah kepentingan rakyat. Bisa diambil kesimpulan bahwasannya, seberapa banyak kepentingan itu melibatkan orang atau berpengaruh terhadap orang lain, itulah yang seharusnya lebih dipentingkan.




KESIMPULAN

1.   Demokrasi memang identik dengan kebebasan. Namun kebebasan yang terdapat dalam demokrasi tidak serta merta bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan yang ada juga dibatasi oleh hal-hal tertentu. Dalam mewujudkan demokrasi yang sesuai dengan Indonesia, memang dibutuhkan kerjasama antar banyak elemen yang ada dalam suatu negara, dalam hal ini adalah Indonesia. Mulai dari tingkat terendah hingga tingkat teratas. Hal itu perlu, karena negara kita bukan hanya tanggung presiden sebagai kepala negara, akan tetapi kita semua yang menjadi unsure negara.
2.   Mengenai demokrasi pada masa apa yang sekiranya patut dipertahankan dan menjadi demokrasi yang sesuai dengan Indonesia, rasanya memang sulit menentukannya. Namun perlu diketahui, dalam setiap masa demokrasi yang sudah berjalan, memang terdapat kelebihan maupun kekurangannya. Jelas, bisa dikatakan bahwasannya demokrasi yang ada saat ini dirasa telah baik. Kalau yang sebelumnya baik, tentu akan tetap dipertahankan. Akan tetapi demokrasi Indonesia di masa transisi inipun, diharapkan mampu memperbaiki dan beradaptasi dengan keadaan demokrasi Indonesia. Namun juga tidak bisa lepas tangan begitu saja bila memang demokrasi yang berjalan saat ini masih perlu banyak pembenahan.
3.   Untuk memilih wakil rakyat, kita bisa melihat dari apa yang telah mereka berikan pada negara. Bila kontribusi mereka terhadap negara besar, maka orang seperti itu patut untuk dipilih. Mereka yang berdiri atas nama partai itu bukanlah pemimpin yang baik. Mereka yang mampu membuktikan semua perkataannya dan seperti ada korelasi antara perkataan dan kenyataan itulah pemimpin yang sesuai.
4.   Dalam memprioritaskan sesuatu, kita harus bisa mengukur mana yang sekiranya menyangkut kepentingan orang banyak. Misalkan antara diri sendiri dengan partai, maka prioritaskan partai. Namun bila perbandingannya antara partai dan rakyat, maka prioritaskan rakyat.
5.   Kita sebagai mahasiswa memiliki kewajiban untuk belajar dan nantinya dapat menjadi generasi penerus perjuangan bangsa di masa depan. Kita gantikan oknum-oknum pejabat yang nakal seperti yang sedang nge-trend sekarang. Sebagai warga negara yang baik, patut kiranya kita menjadi bagian dari solusi bukan menjadi bagian dari masalah.




DAFTAR PUSTAKA

Jakob Oetama. 1999. Visi dan Agenda Reformasi Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Yogyakarta: Kanisius (anggota IKAPI).
Thalhah, M. 2003. Dinamika Ketatanegaraan Indonesia di Era Reformasi. Jawa Timur: FH UNIGORO
http://nasional.inilah.com/read/detail/1825850/polri-belum-temukan-unsur-politis-kasus-bima.




[1] Jakob Oetama, 1999, Visi dan Agenda Reformasi Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Yogyakarta: Kanisius (anggota IKAPI).
[2] Sebagian Negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, secara ideal sudah mempunyai sistem politik yang diinginkan dimana pada dasarnya juga menghendaki terjelmanya suatu keseimbangan yang wajar antara consensus dan konflik, sesuai dengan cirri-ciri khas masing-masing masyarakatnya. Bagi masyarakat Indonesia, system politik yang ideal yang ingin dibangun ialah Demokrasi Pancasila.
[3] Artinya, ketika dilihat pemuda zaman dulu, idealisme yang dipegang, diperjuangkan tanpa pamrih. “Sekarang ini pragmatis semua. Ujung-ujungnya duit. Sehingga memunculkan banyak persoalan yang dimulai dari ketidakpuasan.
[4] Penulis, Guru Besar di Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Badan Penjaminan Mutu Univ. Udayana (Ka.BPMU).
[5]Dengan gamblang kita saksikan bagaimana para wakil rakyat menghambur-hamburkan uang negara dengan alasan studi banding, dana aspirasi dan pembangunan rumah aspirasi. Begitu juga dengan rencana pembangunan gedung DPR dengan taksasi dana mencapai 1,2 triliun rupiah. Pembangunan ruang rapat banggar, perbaikan toilet dan parkir motor, pengadaan pengharum ruangan hingga obat kuat yang menghabiskan anggaran hingga puluhan miliar rupiah.
[6]Dalam keadaan darurat, bukan hanya dari segi fasilitas seperti gedung, namun juga kondisi tertekan oleh penjajah saat itu, mereka justru mampu melahirkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai karya yang begitu fenomenal, monumental dan mampu menuntun dan menjiwai bangsa ini hingga sekarang.
[7]Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum USU Medan.; mahasiswa Magister Ilmu Hukum UGM.
[8]Kasus kerusuhan di Bima, Nusa Tenggara Barat, menjadi contoh nyata soal ketidakefektifan ini

[9] Sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
[10] Hingga hanya orang-orang pilihan saja yang bisa menduduki kursi yang terhormat itu, hingga sepanjang Orde Baru tak terdengar ada anggota DPR-RI yang berurusan dengan aparat penegak hukum karena korupsi.

[11] Baik secara penyelenggaraan maupun sistem yang diberlakukan.

[12] Disusun oleh tim di bawah Makalah Globalisasi Era Reformasi libralisme.
[13] seperti kasus Wondiboi di daerah Manokwari dan Kasus penculikan dan pembunuhan Alm Dortheys Hiyo Eluay Ondofolo.
[14] maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.
[15] Sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

[16] Bab XA yang bersikan pasal 28A s/d 28J
[17] yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun
[18] Menurut Konvensi ILO (International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional)
[19] Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal

[20]terutama Soekarno dan Soepomo dan kelompok yang menghendaki dimasukan terutama Moh. Hatta
[21] Bab VIII, pasal 75 s/d. 99
[22] UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
[23]KPAI dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.

[24] UURI Nomor 39 Tahun 1999
[25] “Anak – anak Berkonflik dengan Hukum”, Kompas, 7 April 2008
[26]menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional
[27]Ikut menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Indonesia, sesuai dengan kemampuan dan prosedur yang dibenarkan

[28] Tempo Interaktif, 21 Juni 2004
[29] satu hati satu tujuan
[30]Lima orang tersebut, terdiri atas 2 orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc (diangkat di luar hakim karir)

[31] Baik melalui jalur hukum maupun melalui jalur politik, seperti KKR, pemberian rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi
[32] misalnya demokrasi liberal,demokrasi nasional,demokrasi rakyat,demokrasi parlementer, dan demokrasi pancasila.
[33] ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin.
[34] setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru
[35] Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik.
[36]contohnya dari segi kebebasan, berkeyakinan, berpendapat ataupun berkumpul mereka bebas bergaul tanpa ada batasan – batasan yang membatasi mereka.

[37]Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan kepala eksekutif
[38] Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto
[39] Ungkapan Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi
[40] Negara yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme.

0 komentar:

Posting Komentar