Kerja Sama Guru dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan
Pelaksanaan tugas pokok guru dalam
proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bimbingan, sebaliknya
layanan bimbingan di sekolah perlu dukungan atau bantuan guru.
Ada beberapa pertimbangan, mengapa guru juga harus
melaksanakan kegiatan bimbingan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengutip pendapat Miller yang
mengatakan bahwa:
a. Proses
belajar sangat efektif, apabaila bahan yang dipelajari dikaitkan lansung dengan
tujuan-tujuan pribadi siswa. Ini berarti guru dituntut untuk memahami
harapan-harapan dan kesulitan-kesulitan siswa, selanjutnya guru dapat
menciptakan situasi belajar atau iklim kelas yang memungkinkan siswa dapat
belajar dengan baik.
b. Guru
yang memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya, lebih peka terhadap
hal-hal yang dapat memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan kelas. Guru
mempunyai kesempatan yang luas untuk mengadaakaan pengamatan terhadap siswa
yang diperkirakan mempunyai masalah.
c. Guru
dapat memperhatikan perkembangan masalah atau kesulitan siswa secara lebih
nyata. Berhubung guru mempunyai kesempatan yang terjadwal untuk bertatap muka
dengan para siswa, maka ia akan dapat memperoleh informasi yang lebih banyak
tentang keadaan siswa, yang menyangkut masalah pribadi siswa, baik kelebihan
maupun kekurangannya.
Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan di sekolah akan lebih
efektif bila guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah dalam proses
pembelajaran.
Konselor
mempunyai keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan:
1. Kurangnya
waktu untuk bertatap muka dengan siswa, hal ini karena tenaga konselor masih
sangat terbatas, sehingga pelayanan siswa dalam jumlah yang cukup banyak tidak
bisa dilakukan secara intensif.
2. Keterbatasan
konselor sehingga tidak mungkin dapat memberikan semua bentuk layanan seperti
memberikan pengajaran perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan sebagainya.
Di lain pihak guru juga mempunyai beberapa keterbatasan.
Menurut Koestoer Partowisastro (1982) keterbatasan-keterbatasan guru tersebut
antara lain:
a. Guru
tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang bermacam-macam, karena
guru tidak terlatih untuk melaksanakan tugas-tugas itu.
b. Guru
sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah
tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah siswa.
Di dalam
menangani kasus-kasus tertentu, konselor perlu menghadirkan guru atau
pihak-pihak terkait guna membicarakan pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Kegiatan semacam ini disebut dengan konferensi kasus (case conference).
Kegiatan-kegiatan
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di sekolah, dikoordinasikan oleh
konselor, dengan demikian pelaksanaan kegiatan bimbingan oleh para guru tidak
lepas begitu saja, tetapi dipantau oleh konselor.
0 komentar:
Posting Komentar