1.
Serangan
terhadap Metode Klasik
Pemikir-pemikir
klasik secara eksplisit mengakui bahwa manusia pada hakikatnya bersifat serakah
(paham hedonisme). Paham ini kemudian dikembangkan menjadi paham utilitarianisme.
Pendekatan psikologi hedonistic dan utilitarianisme kaum klasik ini oleh
pemikir-pemikir aliran sejarah dinilai terlalu sempit. Menurut doktrin aliran
sejarah, motif orang dalam bertindak tidak hanya didsarkan pada motif laba dan
kepentingan pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh motif-motif lain yang
beraneka ragam.
Dalam
pandangan kaum klasik, perekonomian sebaiknya diserahkan pada kekuatan pasar.
Setiap orang dibebaskan berbuat demi kepentingan masing-masing. Pada hakikatnya
melalui invisible hand, akan tercipta
suatu harmoni secara keseluruhan. Pemikiran ini juga dikecam oleh pakar-pakar
sejarah, sebab dinilai terlalu mekanistik. Pada intinya pemikir aliran sejarah
menolak argumentasi pemikir-pemikir klasik bahwa ada undang-undang alam tentang
kehidupan ekonomi. Masyarakat harus dianggap sebagai suatu kesatuan organism
tempat interaksi social berkait dan berhubungan antar individu. Pemikir-pemikir
aliran sejarah menghendaki agar kegiatan masyarakat dilandaskan pada suatu
system yang menyeluruh, yang mencakup semua organism dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai suatu keseluruhan. Penganut aliran sejarah yang tidak
percaya pada mekanisme pasar bebas klasik pada umunya sepakat untuk meminta
campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Intervensi pemerintah diharapkan
mampu membawa proses ekonomi pada tujuan-tujuan social dan ekonomi yang
diinginkan bersama. Tanpa campur tangan pemerintah dalam perekonomian tidak aka
nada jaminan keadilan social.
Bagi
pemikir sejarah, fenomena-fenomena ekonomi merupakan produk perkembangan
masyarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan sejarah. oleh karena
itu, pemikiran-pemikirann teori-teori, dan kesimpulan ekonomi haruslah
dilandaskan pada empiris sejarah. pemikir-pemikir aliran sejarah tidak steuju
dnegan anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip ekonomi juga
dipengaruhi oleh adat-istiadat, tradisi, agama, nilai-nilai dan norma-norma
lingkungan setempat.
Pemikir-pemikir
aliran sejarah dengan gencar menyerang metode pendekatan deduktif yang
digunakan kaum klasik. Bagi pakar-pakar aliran sejarah, metode deduksi ini
dinilai terlalu abstrak dan terlalu teoretis, yang dari beberapa postulat
kemudian meng-claim bahwa pemikiran mereka berlaku umum (universal). Menurut
kaum sejarah metode deduksi sering tidak sesuai dengan realitas. Oleh karena
itu, metode tersebut dapat membawa kita pada kesimpulan yanh keliru. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, pemikir-pemikir aliran sejarah menawarkan metode
induktif-historis.
Dengan
metode induktif historis, mereka mengumpulkan kenyataan-kenyataan ekonomi dari
sejarah. Dari data yang dikumpulkan umum ini kemudian diambil kesimpulan umum.
Pola pendekatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan pengkajian
yang bersifat khusus dan adri sini diambil suatu kesimpulan umum. Dengan
demikian, bagi pemikir sejarah, hukum ekonomi tidak berlaku universal, tetapi
bisa berubah sewaktu-waktu sesuain keadaan dan masalah yang dihadapi.
2. Tokoh-tokoh Aliran
Sejarah
Tokoh-tokoh
pemikir aliran sejarah cukup banyak, akan tetapi hanya beberapa yang dianggap
paling penting saja yang ditampilkan, antara lain:
1.
Friedrich
List (1789-1846)
Friedrich
List lahir dan memperoleh pendidikan di Jerman. Salah satu buku List yang
terkenal menyerang pakar-pakar klsik yang disebutnya “kosmopolitan” sebab
mengabaikan peran pemerintah. Lebih lanjut List mengatakan bahwa kita bisa
mengambil kesimpulan tentang perkembangan suatu masyarakat dari adat sejarah.
dari cara mereka berproduksi, setiap kelompok masyarakat pada umunya melewati
tahap-tahap sejarah sebagai berikut: 1) tahap berburu dan menangkap ikan, atau
tahap barbarian, yang berciri masyarakat primitive sebab kebutuhan dipenuhi
dari apa yang disediakan oleh alam. 2) zaman menggembala atau pastorial, yang
mulai berternak, tetapi masih nomaden atau tidak menetap. 3) zaman agraris,
ketika masyarakat mulai menetap dan bertani secara subsisten. 4) zaman bertani,
menghasilkan industry manufaktur sederhana dan mulai melakukan perdagangan
local. 5) masyarakat bertani, manufaktur lebih maju dan telah melakukan
perdagangan internasional.
Menurut
List, system perdagangan bebas sebagaimana dianjurkan oleh kaum klasik hanya
cocok bagi Negara-negara yang sudah berada pada tahap kelima (waktu itu
misalnya Inggris). Akan tetapi system perdagangan bebas jelas tidak cocok untuk
keadaan Jerman waktu itu, yang keadaan industrialisasinya agak tertinggal dari
keadaan industrialisasi di Inggris.
Untuk
memajukan perekonomian di Jerman, List menyarankan agar pemerintah menyusun
berbagai kegiatan ekonomi sebagai bagian dari kegiatan produktif dan kemampuan
nasional. Dua sector utama yang sangat menentukan perekonomian nasional adalah
dua sector pertanian dan industri. Sector pertanian diperlukan untuk penyediaan
bahan pangan masyarakat, tetapi sector ini tidak bisa diharapkan membawa
perekonomian pada tingkat yang lebih maju. List berpendapat bahwa negara yang
hanya bertumpu pada kekuatan pertanian tidak akan pernah maju. Dan yang mampu
membawa perekonomian pada tingkat yang lebih tinggi adalah sector industry.
Industry adalaha langkah awal untuk membawa perekonomian kea rah yang lebih
maju. Industrialisasi tidak hanya bertujuan memajukan sector industry, tetapi
lebih jauh juga mampu membawa perbaikan pada sector pertanian serta
perkembangan dan kemajuan di bidang-bidang lainnya, termasuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi masyarakat luas.
List
lebih banyak mencurahkan perhatian pada masalah kebijaksanaan ekonomi, terutama
bagaimana melindungi industrialisasi Jerman yang waktu itu tertinggal dari
industrialisasi Inggris. Ia sangat menonjolkan unsure nasionalisme. Hal ini
diakuinya, sebab bagi List kebijaksanaan ekonomi yang benar adalah
kebijaksanaan yang memungkinkan majunya kondisi-kondisi ekonomi Negara sendiri.
Bukan sebaliknya memajukan Negara dan bangsa lain.
Intervensi
pemerintah tidak terbatas hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga diperlukan di
bidang-bidang lain seprti bidang social, politik dan hukum. Tanpa campur tangan
yang efektif di bidang-bidang lain tersebut, Friedrich List mengkhawatirkan
bahwa pembangunan ekonomi di Jerman tidak akan berjalan mulus sesuai dengan
yang diinginkan.
2. Bruno Hildebrand
(1812-1878)
Dalam melakukan penelaah dan penelitian-penelitian
ekonomi, ia menekankan perlunya mempelajari sejarah. Artinya
penelitian-penelitian ekonomi harus didukung oleh data statistik empiris yang
dikumpulkan dalam penenlitian sejarah ekonomi.
Hildebrand juga sering menekankan pentingnya evolusi
dalam perekonomian masyarakat. Dilihat dari tiap cara kelompok masyarat dalam melakukan tukar-menukar dan
berdagang, kelompok-kelompok masyarakat
tersebut dapat dibedakan atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1. Tukar-menukar
secara in-natura atau barter
2. Tukar-menukar
dengan perantaraan uang
3. Tukar-menukar
dengan menggunakan kredit
Salah satu kelemahan dari karya-karya penelitian
sejarah Hildebrand ialah bahwa berbagai penelitian yang dilakukannya hanya
berupa monografi sejarah yang bersifat dekriptif tentang masalah-masalah
ekonomi. Namun, karya-karya tersebut tidak disusunnya ke dalam suatu kerangka
acuan yang padu. Oleh karena itu, karya-karya penelitian sejarah Hildebrand
tersebut dinilai tidak berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi.
3.
Gustav von Schmoler (1839-1917)
Perdebatan antara Schmoler dengan pakar-pakar klasik
berkaitan dengan metodologi dalam pengembangan ilmu ekonomi. Ia dianggap
sebagai pemikir aliran sejarah yang paling gigih menyarankan agar metode
deduktif klasik ditukar dengan metode induktif-empiris. Schmoler juga
menekankan perlunya kelenturan dalam perekonomian dan member ruang pada
pemerintah untuk memperbaiki keadaaan ekonomi. Ia mempelajari dokumen-dokumen
untuk mendemonstrasikan kemurahan hati birokrasi, yang mampu membimbing dan
menyatukan kekuatan-kekuatan masyarakat dan menjamin diberlakukannya keadilan.
Hal ini diyakini tidak akan terwujud dalam sistem perekonomian yang
mengandalkan mekanisme pasar. Jika tokoh-tokoh aliran sejarah lain menghendaki
berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi, Schmoler menghendaki agar
kebijaksanaan juga menyangkut politik sosial. Selain itu juga kebijaksanaan
untuk meningkatkan kesejahteraan kaum buruh. Misalnya untuk meningkatkan posisi
tawar menawar (bargaining position) kaum buruh, Schmoler didirikan dan
dibinanya organisasi-organisasi serikat pekerja.
Untuk meencapai tujuannya, Schmoler mendirikan
sebuah forum untuk menghimpun pemikiran-pemikiran untuk menghadapi berbagai
masalah ekonomi dan sosial. Salah satu keberhasilannya adalah diberlakukannya
undang-undang untuk melindungi kaum buruh dari penindasan kaum pengusaha.
Jaminan sosial yang diberikan kaum buruh sesuai dengan undang-undang tersebut
dianggap sangat maju di zamannya. Hal itu karena di negara-negara Eropa belum
memiliki undang-undang perlindungan kaum buruh seperti yang dibuat Jerman
tersebut.
4.
Werner
Sombart (1863-1941)
Salah satu hasil
penelitian Sombart tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Sombart bahwa
pertumbuhan masyarakat sangat erat klaitannya dengan pertumbuhan masyarakat.
Dalam karyanya Der Moderne Kapitalismus
(1902), Werner Sombart lebih lanjut mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat
kapitalis dapat dibedaakan atas beberapa tingkatan:
1. Tingkat
pra-kapitalisme: kehidupan ekonomi masih bersifat komunal, struktur sosial
masih berat ke pertanian, kebutuhan manusia masih kurang atau rendah, uang
belum dikenal, motif laba maksimum belum nampak, dan produksi hampir seluruhnya
ditujukan untuk diri sendiri.
2. Tingkat
kapitalisme menengah: walaupun masih bersifat komunal, telah menunjukkan
ciri-ciri individualistis, struktur pertanian-industri mulai berimbang,
masyarakat sudah mengenal uang, motif laba maksimum mulai tampak, dan produksi
tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi sebagian juga ditujukan untuk pasar.
3. Tingkat
kapitalisme tinggi: ciri masyarakat komunal mulai hilang, paham individualism
mulai menonjol, struktur ekonomi semakin berat ke industri dan perkotaan, peran
uang semakin menonjol, motif laba maksimum makin kelihatan, dan sebagian dari
produksi dihasilkan untuk memenuhi keburtuhan pasar.
4. Tingkat
kapitalisme akhir: ditunjukkan oleh cirri-ciri dari sikap individualism yang
sangat tinggi., tetapi kepentingan masyarakat tidak bisa diabaikan, industry
meluas ke padat modal, di samping uang kartal juga di kenal uang giral, motif
laba maksimum sangat tinggi, tetapi juga dipertimbangkan penggunaan laba untuk
kepentingan masyarakat, dan produksi untuk pasar.
5.
Max
Weber (1864-1920)
Walaupun ia ahli
sosiologi, tekanan utama dalam pembahasannya adalah ekonomi. Ia juga cukup intens dalam melihat pengaruh
ajaran-ajaran agama tertentu, yaitu protestan, terhadap kemajuan ekonomi. Dalam
bukunya: The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism (1958) ia menjelaskan bahwa ada pengaruh nyata ajaran
agama protestan terhadap perilaku dan kemajuan ekonomi.
Weber bertolak
dari suatu asumsi dasar bahwa rasionalitas adalah unsur pokok peradaban barat
yang mempunyai nilai dan pengaruh universal. Dalam kegiatan ekonomi, dapat
dilihat bahwa banyak peradaban dalam sejarah yang mengenal mencari laba. Akan
tetapi, hanya di baratlah aktivitas mencari laba tersebut diselenggarakan
secara lebih terorganisasi secara rasional. Selanjutnya, inilah akar utama
system perekonomian kapitalisme yang mewujudkan diri dalaam perilaku ekonomi
tertentu. Perilaku ekonomi kapitalistis, menurut weber, bertolak dari harapan
akan keuntungan yang diperoleh dengan mempergunakan kesempatan bagi tukar
menukar yang didasarkan pada kesempatan mendapatkan untung secara damai.
Golongan
penganut agama protestan, terutama kaum Calvinis, menduduki tempat teratas.
Sebagian besar dari pemimpin-pemimpin perusahaan, pemilik modal, pimpinan
teknis, dan komersial yang diamatinya (di Jerman) adalah orang-orang Protestan,
bukan orang Katolik. Ajaran Calvin tentang takdir dan nasib manusia, menurut
Weber, adalah kunci utama dalam menentukan sikap hidup para penganutnya. Begi
penganut Calvinis, kerja adalah “beruf”, “panggilan” atau “tugas suci”. Menurut
ajaran Calvin keselamatan hanya diberikan kepada orang-orang terpilih. Ini yang
mendorong orang bekerja keras agar masuk menjadi golongan orang terpilih
tersebut. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti inilah semangat
kapitalisme, yang bersandar pada cita ketekunan, hemat, rasional, berperhitungan
dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya.
Pakar-pakar yang
menentang Weber antara lain Bryan S. Turner, R.H. Tawney, Kurt Samuelson,
Robert N. Bellah, Andrew Greeley, dan tentu saja dari pakar-pakar lain yang
pernah meneliti dampak ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya
penelitian tentang masyarakat dan penganut-penganut agama Tokugawa di Jepang.
6.
Henry
Charles Carey (1793-1879)
Ia tertarik
dengan aliran sejarah sebab ayahnya adalah teman dekat Federich List berdiam di
Amerika Serikat. Dalam salah satu karyanya: Principles
of Social Science, Carey menekankan perlunya diversifikasi industry untuk
menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas. Suatu negara hanya mengandalkan
pembangunan pada ekspor prodek-produk pertanian dinilainya sebagai tindakan
yang bodoh dan merugikan. Bagi Carey,
hanya bangsa petani yang bodoh secara kelanjutan mengekspor barang-barang
mentah, dan menerima imbal tukar produk-produk lain dalam jumlah sedikit. Tindakan
seperti ini hanya akan menyebabkaan semakin berkurangnya kesuburan tanah dan
semakin melemahnya posisi negara disbanding negara-negara lain yang maju pesat.
Negara-negara maju mengembangkan produk-produk industry yang lebih tinggi nilai
tambahnya.
Tindakan
bijaksana bagi pemerintah Indonesia adalah melarang ekspor kayu gelondong dan
rotan beberapaa taahun silam, sebab nilainya sangat kecil. Nilai tambah yang
lebih besar bisa diperoleh kalau bahan-bahan mentah seperti kayu gelondong dan
rotan tersebut dibuat menjadi produkjadi baaru diekspor.
Pendukung-pendukung
aliran sejarah lain dari Amerika adalah Simon Nelaon Patten dan Daniel Reymond.
Nelson Patten (1852-1922) mengajar ekonomi di University of Pennsylvania. Ia
banyak mengajukan argument-argumen yang banyak menyokong proteksi sebagaimana dikatakan
oleh Carey. Sedang Daniel Reymond (1786-1849) adalah seorang ahli hukum yang
kemudian tertarik dengan persoalan-persoalan ekonomi. Pikiran-pikiran utamanya
seperti yang tertuang dalam karyanya: Thoughts on Political Economy. Karyanya
itu memiliki kemiripan dengan pandangan tokoh-tokoh yang dikemukakan terdahulu
seperti Federich List dan Henry Carey.
0 komentar:
Posting Komentar