Blogger Widgets Sejarah Pemikiran Ekonomi ~ Ikrimatul Husna

Rabu, 20 November 2013

Sejarah Pemikiran Ekonomi



1.      Serangan terhadap Metode Klasik
Pemikir-pemikir klasik secara eksplisit mengakui bahwa manusia pada hakikatnya bersifat serakah (paham hedonisme). Paham ini kemudian dikembangkan menjadi paham utilitarianisme. Pendekatan psikologi hedonistic dan utilitarianisme kaum klasik ini oleh pemikir-pemikir aliran sejarah dinilai terlalu sempit. Menurut doktrin aliran sejarah, motif orang dalam bertindak tidak hanya didsarkan pada motif laba dan kepentingan pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh motif-motif lain yang beraneka ragam.
Dalam pandangan kaum klasik, perekonomian sebaiknya diserahkan pada kekuatan pasar. Setiap orang dibebaskan berbuat demi kepentingan masing-masing. Pada hakikatnya melalui invisible hand, akan tercipta suatu harmoni secara keseluruhan. Pemikiran ini juga dikecam oleh pakar-pakar sejarah, sebab dinilai terlalu mekanistik. Pada intinya pemikir aliran sejarah menolak argumentasi pemikir-pemikir klasik bahwa ada undang-undang alam tentang kehidupan ekonomi. Masyarakat harus dianggap sebagai suatu kesatuan organism tempat interaksi social berkait dan berhubungan antar individu. Pemikir-pemikir aliran sejarah menghendaki agar kegiatan masyarakat dilandaskan pada suatu system yang menyeluruh, yang mencakup semua organism dalam kehidupan bermasyarakat sebagai suatu keseluruhan. Penganut aliran sejarah yang tidak percaya pada mekanisme pasar bebas klasik pada umunya sepakat untuk meminta campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Intervensi pemerintah diharapkan mampu membawa proses ekonomi pada tujuan-tujuan social dan ekonomi yang diinginkan bersama. Tanpa campur tangan pemerintah dalam perekonomian tidak aka nada jaminan keadilan social.
Bagi pemikir sejarah, fenomena-fenomena ekonomi merupakan produk perkembangan masyarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan sejarah. oleh karena itu, pemikiran-pemikirann teori-teori, dan kesimpulan ekonomi haruslah dilandaskan pada empiris sejarah. pemikir-pemikir aliran sejarah tidak steuju dnegan anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip ekonomi juga dipengaruhi oleh adat-istiadat, tradisi, agama, nilai-nilai dan norma-norma lingkungan setempat.
Pemikir-pemikir aliran sejarah dengan gencar menyerang metode pendekatan deduktif yang digunakan kaum klasik. Bagi pakar-pakar aliran sejarah, metode deduksi ini dinilai terlalu abstrak dan terlalu teoretis, yang dari beberapa postulat kemudian meng-claim bahwa pemikiran mereka berlaku umum (universal). Menurut kaum sejarah metode deduksi sering tidak sesuai dengan realitas. Oleh karena itu, metode tersebut dapat membawa kita pada kesimpulan yanh keliru. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, pemikir-pemikir aliran sejarah menawarkan metode induktif-historis.
Dengan metode induktif historis, mereka mengumpulkan kenyataan-kenyataan ekonomi dari sejarah. Dari data yang dikumpulkan umum ini kemudian diambil kesimpulan umum. Pola pendekatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan pengkajian yang bersifat khusus dan adri sini diambil suatu kesimpulan umum. Dengan demikian, bagi pemikir sejarah, hukum ekonomi tidak berlaku universal, tetapi bisa berubah sewaktu-waktu sesuain keadaan dan masalah yang dihadapi.
2.      Tokoh-tokoh Aliran Sejarah
Tokoh-tokoh pemikir aliran sejarah cukup banyak, akan tetapi hanya beberapa yang dianggap paling penting saja yang ditampilkan, antara lain:
1.   Friedrich List (1789-1846)
Friedrich List lahir dan memperoleh pendidikan di Jerman. Salah satu buku List yang terkenal menyerang pakar-pakar klsik yang disebutnya “kosmopolitan” sebab mengabaikan peran pemerintah. Lebih lanjut List mengatakan bahwa kita bisa mengambil kesimpulan tentang perkembangan suatu masyarakat dari adat sejarah. dari cara mereka berproduksi, setiap kelompok masyarakat pada umunya melewati tahap-tahap sejarah sebagai berikut: 1) tahap berburu dan menangkap ikan, atau tahap barbarian, yang berciri masyarakat primitive sebab kebutuhan dipenuhi dari apa yang disediakan oleh alam. 2) zaman menggembala atau pastorial, yang mulai berternak, tetapi masih nomaden atau tidak menetap. 3) zaman agraris, ketika masyarakat mulai menetap dan bertani secara subsisten. 4) zaman bertani, menghasilkan industry manufaktur sederhana dan mulai melakukan perdagangan local. 5) masyarakat bertani, manufaktur lebih maju dan telah melakukan perdagangan internasional.
Menurut List, system perdagangan bebas sebagaimana dianjurkan oleh kaum klasik hanya cocok bagi Negara-negara yang sudah berada pada tahap kelima (waktu itu misalnya Inggris). Akan tetapi system perdagangan bebas jelas tidak cocok untuk keadaan Jerman waktu itu, yang keadaan industrialisasinya agak tertinggal dari keadaan industrialisasi di Inggris.
Untuk memajukan perekonomian di Jerman, List menyarankan agar pemerintah menyusun berbagai kegiatan ekonomi sebagai bagian dari kegiatan produktif dan kemampuan nasional. Dua sector utama yang sangat menentukan perekonomian nasional adalah dua sector pertanian dan industri. Sector pertanian diperlukan untuk penyediaan bahan pangan masyarakat, tetapi sector ini tidak bisa diharapkan membawa perekonomian pada tingkat yang lebih maju. List berpendapat bahwa negara yang hanya bertumpu pada kekuatan pertanian tidak akan pernah maju. Dan yang mampu membawa perekonomian pada tingkat yang lebih tinggi adalah sector industry. Industry adalaha langkah awal untuk membawa perekonomian kea rah yang lebih maju. Industrialisasi tidak hanya bertujuan memajukan sector industry, tetapi lebih jauh juga mampu membawa perbaikan pada sector pertanian serta perkembangan dan kemajuan di bidang-bidang lainnya, termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi masyarakat luas.
List lebih banyak mencurahkan perhatian pada masalah kebijaksanaan ekonomi, terutama bagaimana melindungi industrialisasi Jerman yang waktu itu tertinggal dari industrialisasi Inggris. Ia sangat menonjolkan unsure nasionalisme. Hal ini diakuinya, sebab bagi List kebijaksanaan ekonomi yang benar adalah kebijaksanaan yang memungkinkan majunya kondisi-kondisi ekonomi Negara sendiri. Bukan sebaliknya memajukan Negara dan bangsa lain.
Intervensi pemerintah tidak terbatas hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga diperlukan di bidang-bidang lain seprti bidang social, politik dan hukum. Tanpa campur tangan yang efektif di bidang-bidang lain tersebut, Friedrich List mengkhawatirkan bahwa pembangunan ekonomi di Jerman tidak akan berjalan mulus sesuai dengan yang diinginkan.


2. Bruno Hildebrand (1812-1878)
Dalam melakukan penelaah dan penelitian-penelitian ekonomi, ia menekankan perlunya mempelajari sejarah. Artinya penelitian-penelitian ekonomi harus didukung oleh data statistik empiris yang dikumpulkan dalam penenlitian sejarah ekonomi.
Hildebrand juga sering menekankan pentingnya evolusi dalam perekonomian masyarakat. Dilihat dari tiap cara kelompok  masyarat dalam melakukan tukar-menukar dan berdagang, kelompok-kelompok masyarakat  tersebut dapat dibedakan atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1.   Tukar-menukar secara in-natura atau barter
2.   Tukar-menukar dengan perantaraan uang
3.   Tukar-menukar dengan menggunakan kredit
Salah satu kelemahan dari karya-karya penelitian sejarah Hildebrand ialah bahwa berbagai penelitian yang dilakukannya hanya berupa monografi sejarah yang bersifat dekriptif tentang masalah-masalah ekonomi. Namun, karya-karya tersebut tidak disusunnya ke dalam suatu kerangka acuan yang padu. Oleh karena itu, karya-karya penelitian sejarah Hildebrand tersebut dinilai tidak berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi.
3. Gustav von Schmoler (1839-1917)
Perdebatan antara Schmoler dengan pakar-pakar klasik berkaitan dengan metodologi dalam pengembangan ilmu ekonomi. Ia dianggap sebagai pemikir aliran sejarah yang paling gigih menyarankan agar metode deduktif klasik ditukar dengan metode induktif-empiris. Schmoler juga menekankan perlunya kelenturan dalam perekonomian dan member ruang pada pemerintah untuk memperbaiki keadaaan ekonomi. Ia mempelajari dokumen-dokumen untuk mendemonstrasikan kemurahan hati birokrasi, yang mampu membimbing dan menyatukan kekuatan-kekuatan masyarakat dan menjamin diberlakukannya keadilan. Hal ini diyakini tidak akan terwujud dalam sistem perekonomian yang mengandalkan mekanisme pasar. Jika tokoh-tokoh aliran sejarah lain menghendaki berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi, Schmoler menghendaki agar kebijaksanaan juga menyangkut politik sosial. Selain itu juga kebijaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum buruh. Misalnya untuk meningkatkan posisi tawar menawar (bargaining position) kaum buruh, Schmoler didirikan dan dibinanya organisasi-organisasi serikat pekerja.
Untuk meencapai tujuannya, Schmoler mendirikan sebuah forum untuk menghimpun pemikiran-pemikiran untuk menghadapi berbagai masalah ekonomi dan sosial. Salah satu keberhasilannya adalah diberlakukannya undang-undang untuk melindungi kaum buruh dari penindasan kaum pengusaha. Jaminan sosial yang diberikan kaum buruh sesuai dengan undang-undang tersebut dianggap sangat maju di zamannya. Hal itu karena di negara-negara Eropa belum memiliki undang-undang perlindungan kaum buruh seperti yang dibuat Jerman tersebut.
4.   Werner Sombart (1863-1941)
Salah satu hasil penelitian Sombart tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Sombart bahwa pertumbuhan masyarakat sangat erat klaitannya dengan pertumbuhan masyarakat. Dalam karyanya Der Moderne Kapitalismus (1902), Werner Sombart lebih lanjut mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis dapat dibedaakan atas beberapa tingkatan:
1.   Tingkat pra-kapitalisme: kehidupan ekonomi masih bersifat komunal, struktur sosial masih berat ke pertanian, kebutuhan manusia masih kurang atau rendah, uang belum dikenal, motif laba maksimum belum nampak, dan produksi hampir seluruhnya ditujukan untuk diri sendiri.
2.   Tingkat kapitalisme menengah: walaupun masih bersifat komunal, telah menunjukkan ciri-ciri individualistis, struktur pertanian-industri mulai berimbang, masyarakat sudah mengenal uang, motif laba maksimum mulai tampak, dan produksi tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi sebagian juga ditujukan untuk pasar.
3.   Tingkat kapitalisme tinggi: ciri masyarakat komunal mulai hilang, paham individualism mulai menonjol, struktur ekonomi semakin berat ke industri dan perkotaan, peran uang semakin menonjol, motif laba maksimum makin kelihatan, dan sebagian dari produksi dihasilkan untuk memenuhi keburtuhan pasar.
4.   Tingkat kapitalisme akhir: ditunjukkan oleh cirri-ciri dari sikap individualism yang sangat tinggi., tetapi kepentingan masyarakat tidak bisa diabaikan, industry meluas ke padat modal, di samping uang kartal juga di kenal uang giral, motif laba maksimum sangat tinggi, tetapi juga dipertimbangkan penggunaan laba untuk kepentingan masyarakat, dan produksi untuk pasar.

5.   Max Weber (1864-1920)
Walaupun ia ahli sosiologi, tekanan utama dalam pembahasannya adalah ekonomi.  Ia juga cukup intens dalam melihat pengaruh ajaran-ajaran agama tertentu, yaitu protestan, terhadap kemajuan ekonomi. Dalam bukunya: The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958) ia menjelaskan bahwa ada pengaruh nyata ajaran agama protestan terhadap perilaku dan kemajuan ekonomi.
Weber bertolak dari suatu asumsi dasar bahwa rasionalitas adalah unsur pokok peradaban barat yang mempunyai nilai dan pengaruh universal. Dalam kegiatan ekonomi, dapat dilihat bahwa banyak peradaban dalam sejarah yang mengenal mencari laba. Akan tetapi, hanya di baratlah aktivitas mencari laba tersebut diselenggarakan secara lebih terorganisasi secara rasional. Selanjutnya, inilah akar utama system perekonomian kapitalisme yang mewujudkan diri dalaam perilaku ekonomi tertentu. Perilaku ekonomi kapitalistis, menurut weber, bertolak dari harapan akan keuntungan yang diperoleh dengan mempergunakan kesempatan bagi tukar menukar yang didasarkan pada kesempatan mendapatkan untung secara damai.
Golongan penganut agama protestan, terutama kaum Calvinis, menduduki tempat teratas. Sebagian besar dari pemimpin-pemimpin perusahaan, pemilik modal, pimpinan teknis, dan komersial yang diamatinya (di Jerman) adalah orang-orang Protestan, bukan orang Katolik. Ajaran Calvin tentang takdir dan nasib manusia, menurut Weber, adalah kunci utama dalam menentukan sikap hidup para penganutnya. Begi penganut Calvinis, kerja adalah “beruf”, “panggilan” atau “tugas suci”. Menurut ajaran Calvin keselamatan hanya diberikan kepada orang-orang terpilih. Ini yang mendorong orang bekerja keras agar masuk menjadi golongan orang terpilih tersebut. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti inilah semangat kapitalisme, yang bersandar pada cita ketekunan, hemat, rasional, berperhitungan dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya.
Pakar-pakar yang menentang Weber antara lain Bryan S. Turner, R.H. Tawney, Kurt Samuelson, Robert N. Bellah, Andrew Greeley, dan tentu saja dari pakar-pakar lain yang pernah meneliti dampak ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya penelitian tentang masyarakat dan penganut-penganut agama Tokugawa di Jepang.

6.   Henry Charles Carey (1793-1879)
Ia tertarik dengan aliran sejarah sebab ayahnya adalah teman dekat Federich List berdiam di Amerika Serikat. Dalam salah satu karyanya: Principles of Social Science, Carey menekankan perlunya diversifikasi industry untuk menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas. Suatu negara hanya mengandalkan pembangunan pada ekspor prodek-produk pertanian dinilainya sebagai tindakan yang bodoh dan merugikan.  Bagi Carey, hanya bangsa petani yang bodoh secara kelanjutan mengekspor barang-barang mentah, dan menerima imbal tukar produk-produk lain dalam jumlah sedikit. Tindakan seperti ini hanya akan menyebabkaan semakin berkurangnya kesuburan tanah dan semakin melemahnya posisi negara disbanding negara-negara lain yang maju pesat. Negara-negara maju mengembangkan produk-produk industry yang lebih tinggi nilai tambahnya.
Tindakan bijaksana bagi pemerintah Indonesia adalah melarang ekspor kayu gelondong dan rotan beberapaa taahun silam, sebab nilainya sangat kecil. Nilai tambah yang lebih besar bisa diperoleh kalau bahan-bahan mentah seperti kayu gelondong dan rotan tersebut dibuat menjadi produkjadi baaru diekspor.
Pendukung-pendukung aliran sejarah lain dari Amerika adalah Simon Nelaon Patten dan Daniel Reymond. Nelson Patten (1852-1922) mengajar ekonomi di University of Pennsylvania. Ia banyak mengajukan argument-argumen yang banyak menyokong proteksi sebagaimana dikatakan oleh Carey. Sedang Daniel Reymond (1786-1849) adalah seorang ahli hukum yang kemudian tertarik dengan persoalan-persoalan ekonomi. Pikiran-pikiran utamanya seperti yang tertuang dalam karyanya: Thoughts on Political Economy. Karyanya itu memiliki kemiripan dengan pandangan tokoh-tokoh yang dikemukakan terdahulu seperti Federich List dan Henry Carey.

0 komentar:

Posting Komentar